Jakarta (ANTARA) - Museum Penerangan (Mupen) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Ceger, Cipayung, Jakarta Timur menampilkan perkembangan informasi dan komunikasi (infokom) di tanah air dari masa ke masa sebelum era digitalisasi.

Sebanyak tujuh jurnalis yang mengikuti Kunjungan Jurnalistik Papua 2024 melakukan kunjungan ke UPT Kementerian Kominfo tersebut pada hari pertama program di Jakarta, Senin.

Ketika hadir di Muspen, pengunjung disambut tugu Api Nan Tak Kunjung Padam yang melambangkan semangat petugas penerangan. Tugu ini dikelilingi lima patung juru penerang dan air mancur yang melambangkan hubungan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, dan media massa.

Pemandu dan Humas Museum, Wildan, menginformasikan b ahwa museum ini lahir dari gagasan istri mantan Presiden Soeharto, Tien Soeharto yang disampaikan kepada H. Harmoko selaku Menteri Penerangan Republik Indonesia saat itu.

Muspen menempati lahan seluas 10.850 meter persegi dengan luas bangunan 3.980 meter persegi dan diresmikan pada 20 April 1993 oleh Presiden Soeharto.

Muspen merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Museum menampilkan kentongan yang merupakan salah satu alat komunikasi tradisional di Pulau Jawa yang terbuat dari kayu, bambu dan batang pohon kelapa, yang mempunyai rongga atau resonansi untuk menimbulkan suara keras, juga diwujudkan dalam bagian puncak gedung dengan tampilan silinder.

Sedangkan tiga lantai di dalam gedung melambangkan kehidupan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.

Di lantai satu, terdapat lebih dari 100 alat komunikasi yang pernah dipakai bangsa Indonesia, mulai dari kentongan, koran, koleksi radio yang dahulu dibawa penjajah, televisi, kamera, dan banyak lainnya.

Cikal bakal radio pertama di Indonesia, RRI dan contoh radio transistor Tjawang yang merupakan buatan lokal di daerah Cawang, Jakarta pun dipamerkan. Ada juga radio ralin Philips dan Radio Telefunken yang diproduksi di luar negeri.

Motor yang menemani Wakil Presiden Adam Malik untuk berkeliling saat liputan sebagai jurnalis Kantor Berita ANTARA juga ditampilkan. Motor itu merek Cyrus Sundapp 49 cc.

​​​​​​​

Sejumlah boneka serial Si Unyil ditampilkan di museum. ANTARA FOTO/Agus Setiawan (1)


Kendaraan-kendaraan yang ada di museum ini juga disebut dengan Muviani, adalah kendaraan yang selalu dipakai juru penerang.

Selain kendaraan ada juga meja putar piringan hitam yang digunakan RRI mulai tahun 1958 ditempatkan di kamar kontrol siaran sebagai kelengkapan peralatan studio untuk menunjang siaran sehari-hari.

Terdapat juga satu dari 10 ribu televisi bermerek ralin Philips produksi Jerman yang dulu sempat disebarkan di Indonesia untuk menyaksikan Asian Games IV tahun 1962 yang diselenggarakan di Jakarta.

Set serial film televisi Si Unyil juga ada di Museum Penerangan. Film ini awal ditayangkan di TVRI pada 5 April 1981.

Unyil sangat dekat dengan kehidupan keseharian karena memang menceritakan kehidupan keseharian anak seorang petani.

Di museum ini terdapat juga bukti fisik mesin ketik huruf Jawa, mikrofon RRI Balong, pesawat penerima televisi pertama di Indonesia, kamera perekam pelantikan Presiden Soeharto pada 1971, sepeda motor juru penerang, seragam juru penerangan, bahkan kamera untuk membuat film pertama buatan Indonesia, Darah dan Doa yang syuting hari pertamanya pada 30 Maret 1950.

"Kelak tanggal yang sama diperingati sebagai hari film nasional. Film ini mengisahkan cerita Komando Daerah Militer III/Siliwangi dan pemimpinnya Kapten Sudarto saat berkirab menuju Jawa Barat," kata Wildan.

Berbagai penghargaan di ajang perfilman juga dipamerkan, sebutlah Piala Bing Slamet, Piala Citra, Piala Sjaiful Bachri, Piala Vidia Wydya, Piala Kartini, dan Piala Ismail Marzuki terpampang rapi.

Selain peralatan yang berada di dalam museum, di luar terdapat mobil-mobil bersejarah berjajar dengan rapi, antara lain mobil siaran luar Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI).

Wildan menjelaskan museum ini merupakan museum bertema komunikasi terlengkap di Indonesia, sebelum era digital.

Sementara itu, edukator Museum Penerangan, Dean, menjelaskan animo masyarakat untuk datang ke museum mencapai 1.000 hingga 2.000 pengunjung per bulan.

"Kami buka setiap hari dari pukul 09.00 hingga 15.00 WIB. Kami undang seluruh masyarakat untuk hadir dan menikmati berbagai informasi dari museum ini tanpa dipungut biaya." katanya.

Terlihat di bagian ujung museum, Andia Sumarno seorang ahli konservasi dan restorasi sedang mengamati arkeolog yang bernama Heni.

Mereka bekerja bersama mengerjakan restorasi patung dari resin di bagian Diorama Penerangan melalui sambung rasa.

"Secara berkala kami hadir di museum ini untuk melakukan restorasi, kali ini ada 9 lokal. Ada yang berdebu, patah, rusak, kami berusaha mengembalikan seperti semula," jelasnya.

Setiap benda tergantung dari bahanmya mendapatkan perlakukan khusus dan berbeda. Benda-benda di Museum Penerangan ini umumnya haya berdebu dan terlihat sangat terawat.

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024