Kuala Lumpur (ANTARA News) - Sebanyak 66 Warga Negara Indonesia (WNI) dideportasi dari Malaysia, Jumat, melalui Pelabuhan Pasir Gudang, Johor Bahru dengan tujuan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Mereka merupakan para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah dan pernah dipenjara di Penjara Kluang, Johor. Konsul Jenderal Republik Indonesia di Johor Bahru, Didik Trimardjono menjelaskan, sebelum mereka dideportasi, pihak KJRI Johor Bahru sudah melakukan pengecekan langsung ke Penjara Kluang. "Ini untuk memastikan bahwa mereka benar-benar WNI yang bermasalah," tegasnya. Berdasarkan hasil pengecekan tersebut, tambahnya, didapati bahwa mereka benar-benar WNI yang bermasalah. Dari 66 WNI itu, 58 orang di antaranya dipenjara karena masuk Malaysia secara ilegal, yakni tanpa paspor, dengan tujuan untuk mencari pekerjaan. Sementara delapan lainnya menggunakan paspor tapi masa berlaku visa mereka sudah habis (over stay). "Karena kesalahan keimigrasian yang mereka lakukan, mereka akhirnya ditangkap dan dipenjara antara 1-6 bulan," jelasnya. Peristiwa deportasi seperti ini sudah sering dilakukan Pemerintah Malaysia terhadap WNI bermasalah di Malaysia. Menurut Didik, tingginya jumlah WNI yang dideportasi dari Malaysia menunjukkan masih mudahnya WNI masuk ke Malaysia tanpa dokumen. Ini berarti para calo dari Malaysia dan Indonesia masih leluasa menjaring korban, yakni para TKI. "Dalam kaitan ini, KJRI akan terus menyarankan agar aparat terkait di Indonesia semakin ketat dalam memantau arus TKI ke luar negeri sehingga jumlah TKI ilegal baik yang berangkat ke Malaysia tanpa dokumen maupun menjadi korban perdagangan orang (trafficking in person) semakin berkurang. KJRI juga berharap kiranya pemerintah pusat mengambil tindakan tegas dan serius terhadap masalah deportasi ini karena mayoritas WNI yang dideportasi pada umumnya korban penipuan yang masuk kriteria trafficking in person. Berdasarkan data KJRI Johor Bahru, tercatat bahwa jumlah WNI/TKI yang dideportasi sejak Januari - awal September 2006 sudah mencapai lebih dari 12.000 orang. Oleh karena itu, tegas Didik, diperlukan kebersamaan kita dalam mencegah praktik trafficking in person ini melalui task force khusus. (*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006