Ada beberapa hal dalam RUU EBET berisiko dampak negatif bagi negara dan masyarakat, karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar menilai skema power wheeling tidak dapat masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Ada beberapa hal dalam RUU EBET yang berisiko memberikan dampak negatif bagi negara dan masyarakat, karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945," kata Bisman.

Pasal tersebut, katanya lagi, dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mengamanatkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Dalam Pasal 33, ujarnya pula, sektor ketenagalistrikan masih dianggap sebagai salah satu cabang produksi yang dikuasai negara. Bahkan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menegaskan hal itu dan menolak klausul power wheeling yang sempat masuk dalam UU No. 20/2002 karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Dia menyatakan, UU No. 20/2002 tersebut dianggap telah mereduksi makna dikuasai oleh negara untuk cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana dimaksud Pasal 33 Ayat 2 UUD 1945.

“Dengan demikian, usaha ketenagalistrikan harus dikuasai negara dengan cara mengelola, mengatur, mengambil kebijakan, mengurus hingga memberikan pengawasan,” kata Bisman.

Selain itu, menurut dia, Pemerintah dan DPR juga harus menjamin prinsip-prinsip bernegara menjadi pegangan utama pembahasan RUU EBET.

DPR dan pemerintah harus menjamin asas-asas transparansi keterbukaan, demokrasi dan partisipasi publik, serta berjalannya proses pembentukan UU EBET.

Dalam penyusunan, katanya pula, seharusnya DPR dan Pemerintah harus menyelesaikan syarat formil pembentukan undang-undang.

"Mulai paparan ke publik, menerima masukan hingga pembahasan harus dibuka secara gamblang. Tidak dilakukan secara tertutup di hotel-hotel. Penyusunan RUU EBET menjadi tidak transparan," katanya lagi.

Menurut dia, dengan tidak adanya transparansi, maka skema power wheeling telah menyusup ke RUU EBET dan menjadi pintu masuk kembalinya sistem pengusahaan unbundling yang mengarah kepada privatisasi, kompetisi dan liberalisasi ketenagalistrikan.

"Sekali lagi, power wheeling tidak bisa diterapkan dalam RUU EBET. Pengaturan power wheeling dalam RUU EBET merupakan pintu masuk untuk kembali ke sistem pengusahaan unbundling yang akan mengarah pada privatisasi, kompetisi, dan liberalisasi ketenagalistrikan," katanya pula.
Baca juga: 'Power wheeling' memungkinkan swasta tentukan harga listrik
Baca juga: Anggota DPR: Power wheeling pangkas negara jaga keterjangkauan listrik

Pewarta: Subagyo
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024