Moskow (ANTARA) - Lebih dari 20 orang tewas dan 42 lainnya dirawat di rumah sakit akibat luka tembak saat polisi bentrok dengan pengunjuk rasa di Dhaka dan kota-kota lain di Bangladesh, lapor media setempat pada Minggu.


Protes terhadap sistem kuota pemerintah Bangladesh untuk pekerjaan publik meningkat pekan lalu setelah bentrokan kekerasan di Universitas Dhaka.

Pengunjuk rasa menuntut penghentian sistem kuota, yang mengalokasikan 30 persen posisi pemerintah untuk anggota keluarga veteran perang 1971.

Mereka mengeklaim adanya diskriminasi dan favoritisme terhadap pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang partainya memimpin gerakan kemerdekaan.

Di banyak tempat di mana terjadi aksi unjuk rasa dan bentuk protes lainnya, banyak demonstran meneriakkan slogan yang menyerukan pengunduran diri pemerintah, lapor surat kabar Bangladesh Daily Star.

Operator seluler telah menerima instruksi dari regulator pemerintah untuk mematikan internet seluler dan aplikasi, tambah laporan tersebut.

Pada 19 Juli, Bangladesh memberlakukan jam malam nasional untuk meredam kekerasan setelah lebih dari 100 orang tewas dan setidaknya 300 petugas polisi terluka.

Pada akhir Juli, Zaved Akhtar, ketua Kamar Dagang dan Industri Investor Asing (FICCI), mengatakan bahwa ekonomi Bangladesh telah kehilangan 10 miliar dolar AS (sekitar Rp161,75 triliun) akibat protes mahasiswa, jam malam, dan pemutusan jalur komunikasi.

Sumber: Sputnik-OANA

Baca juga: Puluhan ribu warga Bangladesh turun ke jalan desak PM Hasina mundur
Baca juga: Warga Malaysia disarankan menangguhkan perjalanan ke Dhaka
Baca juga: PBB desak Bangladesh ungkap rincian kekerasan dalam protes

Penerjemah: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024