Jakarta (ANTARA) - Memang situasinya agak unik Gregoria Mariska Tunjung mendapatkan medali dari cara yang tak ditentukan dari pertandingan.
Namun, jika Anda melihat bagaimana Gregoria menjalani pertandingan semifinal tunggal putri bulutangkis Olimpiade Paris 2024 melawan An Se-young dari Korea Selatan, maka Gregoria pantas dikalungi medali Olimpiade.
Setelah menyerah 21-11, 13-21, dan 16-21 kepada juara dunia yang juga nomor satu dunia itu dalam pertandingan heroik di Adidas Arena, Paris, Minggu siang tadi, Gregoria seharusnya memperebutkan medali perunggu melawan He Bingjiao atau Carolina Marin.
Tapi pertandingan semifinal lain antara He dan Marin, berakhir tragis karena Marin mundur dari pertandingan itu akibat cedera ketika dia sudah memenangkan gim pertama dengan 21-14 dan memimpin gim kedua dengan 10-8.
Marin berteriak kesakitan untuk kemudian tertelungkup di lapangan ketika berusaha mengembalikan bola saat kedudukan 10-6.
Pebulu tangkis Spanyol itu sempat melanjutkan pertandingan sampai dua servis yang dilakukan He, yang tak bisa dia menangkan karena salah satu kakinya terlalu sakit untuk dipaksa melanjutkan permainan.
Juara Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dari Spanyol berperingkat empat dunia itu akhirnya menghentikan pertarungan melawan He sehingga pebulu tangkis China berperingkat enam dunia itu maju ke final menghadapi Se-young.
Badan bulu tangkis Eropa (Badminton Europe) dan badan bulu tangkis dunia (BWF), sudah mengonfirmasikan bahwa Marin tak bisa melanjutkan petualangan dalam Olimpiade Paris.
Dengan demikian, pertandingan perebutan medali perunggu ditiadakan sehingga Jorji, panggilan akrab Gregoria, otomatis mendapatkan medali perunggu Olimpiade 2024.Baca juga: Gregoria Mariska dipastikan raih medali perunggu
Itu adalah medali pertama Indonesia dalam Olimpiade Paris 2024.
Kita patut bersimpati kepada Carolina Marin, tapi kita juga harus angkat topi tinggi-tinggi kepada Jorji.
Pebulu tangkis putri berusia 24 tahun yang dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah itu telah menyelamatkan gengsi bulu tangkis Indonesia.
Dia juga menyelamatkan wajah Indonesia dalam Olimpiade Paris, walau Merah Putih masih berpeluang mendapatkan medali dari angkat besi yang juga memiliki tradisi mempersembahkan medali kepada Indonesia.
Lain dari itu, masih ada atlet-atlet panjat tebing yang merupakan para penguasa nomor speed, baik putra maupun putri.
Bulu tangkis sendiri, sejak Olimpiade Barcelona 1992, selalu mempersembahkan medali.
Bahkan dalam tujuh dari delapan Olimpiade terakhir, cabang olah raga ini senantiasa menyumbangkan medali emas.
Jorji telah menjaga tradisi medali Olimpiade dari bulu tangkis. Ini adalah konklusi terpentingnya.
Baca juga: Gregoria, kamu tak sendiri!
Selanjutnya: Pantang menyerahPantang menyerah
Menjadi satu-satunya wakil Indonesia sampai mencapai babak medali, ketika rekan-rekannya tumbang sejak fase grup kecuali ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang gagal pada perempat final, adalah sungguh beban yang berat.
Memanggul beban medali seorang diri dan beban menjaga gengsi bulu tangkis, bahkan reputasi Indonesia secara umum dalam Olimpiade, adalah juga sungguh berat.
Ini semakin berat karena tunggal putri belum pernah lagi mempersembahkan medali sejak Maria Kristen pada Olimpiade 2008.
Namun, mental bertanding yang hebat, disertai teknik bertanding serta kekomplitan pukulan, membuat Jorji melangkah jauh, yang mungkin lebih jauh dari ekspektasinya sendiri.
Sampai semifinal melawan An Se-young, Jorji mungkin tak banyak diperhitungkan, lebih karena lawan-lawan yang dia kalahkan berperingkat lebih rendah dari dia.
Baca juga: Menang dramatis, Gregoria jaga asa Indonesia di perempat final
Tapi sejak mengalahkan Ratchanok Intanon yang dalam 9 pertemuan sebelumnya hampir selalu mengalahkannya, Jorji sudah terlihat memiliki mental bertanding yang hebat.
Sebelum mengalahkan Intanon dalam perempat final Olimpiade 2024, Jorji hanya sekali menang dari 9 pertemuan sebelumnya dengan Intanon.
Pada pertandingan kesembilan, ketika bintang Intanon sudah meredup dan saat bersamaan Jorji semakin matang, Jorji akhirnya mengalahkan Intanon dalam laga Piala Uber pada 3 Mei 2024.
Dia mengulangi kemenangan itu pada perempatfinal Olimpiade Paris 2024, juga dengan dua gim.
Dia kembali bertanding penuh percaya diri dan sikap mental yang bagus kala melawan An Se-young yang berperingkat satu dunia dalam partai semifinal, Minggu siang tadi.
Bahkan, pada akhir pertandingan itu, Se-young merangkul Jorji dengan erat nan hangat. Dia mengajaknya berfoto bersama guna menunjukkan pengakuannya atas kualitas bermain Jorji.Baca juga: Laju Gregoria menuju final dihentikan tunggal putri nomor satu dunia
Memenangkan gim pertama dengan mudah pada kedudukan 21-11, Jorji menjadi lebih ragu mengambil keputusan pada gim kedua sehingga terus tertinggal dari pebulu tangkis yang tak pernah dia kalahkan dalam pertemuan-pertemuannya sebelum itu.
Namun menjelang interval gim kedua, Jorji menunjukkan mental bertanding yang hebat ketika Se-young memimpin 9-10.
Reli panjang disertai rangkaian smash dari Se-young tak membuat Jorji menyerah.
Smash terakhir Se-yong memang mengakhiri reli itu, tapi Jorgi dengan heroik masih bisa menangkis smash itu. Sayang, tak berhasil melewati net.
Jorji tak bisa lagi menyusul Se-yong hingga menyerah 13-21.
Se-young sepertinya bakal memenangkan gim ketiga dengan mudah karena dia melesat sampai kedudukan 3-10, dan kemudian 7-14 ketika reli sengit disertai adu pertahanan dan duel permainan net, diakhiri dengan lob melewati garis permainan yang dibuat Jorji.
Tapi Jorji tak menyerah. Dia berusaha bangkit, walau Se-young sudah memegang match point 14-20.
Jorji mendapatkan dua poin setelah dua kali smash mendarat sempurna di sebelah kanan dan kiri Se-yong, sehingga menambah dua poin untuk mengubah kedudukan 16-20. Namun, dia akhirnya menyerah 16-21.
Baca juga: Gregoria ubah rasa tegang jadi amunisi untuk raih kemenangan
Baca juga: PBSI: Perjuangan Fajar/Rian dan Gregoria untuk Indonesia belum usai
Selanjutnya: Pesan bagusPesan bagus
Seperti Carolina Marin dan He Jingbiao, Jorji melangkah ke semifinal setelah melewati empat pertandingan, atau satu pertandingan lebih banyak ketimbang An Se-young yang tak melalui babak 16 besar karena mendapatkan bye.
Jorji pasti lebih kelelahan dari pada Se-young tapi dia sudah menunjukkan apa itu perjuangan keras dan mental bertanding yang hebat.
Jika saja bukan Se-yong yang dihadapinya dalam semifinal itu, pebulu tangkis putri terbaik Indonesia itu mungkin berpeluang besar tampil dalam partai puncak.
Tetapi sebuah medali perunggu untuk Jorji tak mengurangi sedikit pun kualitas pemain ini, baik teknik, keterampilan maupun mental.
Keberhasilan Jorji bahkan sangat membesarkan hati ketika saat bersamaan untuk pertama kali dalam sejarah Olimpiade, Indonesia diungguli Thailand dalam cabang bulu tangkis.
Thailand di ambang mendapatkan medali emas setelah Kunlavut Vitidsarn mencapai final tunggal putra setelah mengalahkan Lee Zii Jia dalam semifinal.Vitidsarn akan menghadapi juara bertahan dari Denmark, Victor Axelsen, yang mengalahkan Lakshya Sen dalam semifinal tunggal putra lainnya.
Bahkan Malaysia bisa mengungguli Indonesia jika ganda putra Soh Wooi Yik/Aaron Chia memenangkan pertandingan perebutan medali perunggu Minggu malam ini dan Lee Zii Jia mengalahkan Lakshya Sen dalam laga Senin malam esok.
Untuk itu, keberhasilan Jorji dalam merawat tradisi bulu tangkis Indonesia mendapatkan medali Olimpiade, adalah oase yang patut dibanggakan oleh seluruh penghuni negeri ini.
Sukses medali Jorji adalah juga pesan kuat mengenai prospek bagus tunggal putri Indonesia, setelah bersama pemain-pemain muda seperti Ester Wardoyo dan Komang Ayu Dewi, tampil memukau pada Piala Uber 2024.
Namun, sukses Jorji tak membunuh keharusan untuk adanya evaluasi besar dalam bulu tangkis nasional karena Indonesia hanya menempatkan satu wakil dalam babak empat besar Olimpiade Paris, walau bukan kali ini terjadi.
Baca juga: PBSI beri evaluasi terkait empat wakil yang tak lolos fase grup
Baca juga: Pebulu tangkis kejar impian Olimpiade, pikul harapan bangsa
Copyright © ANTARA 2024