Caracas (ANTARA) - Aparat penegak hukum Venezuela telah menangkap lebih dari 2.000 pengunjuk rasa di tengah kerusuhan massal yang dimulai setelah pemilihan presiden baru-baru ini, demikian Presiden Maduro dalam pernyataan resmi.
Maduro mengatakan mereka akan ditahan di dua penjara dengan tingkat keamanan tinggi.
Pada 29 Juli, setelah pemilihan presiden, protes oposisi skala besar terjadi di Venezuela, dengan beberapa aktivis bentrok dengan polisi dan melakukan tindakan vandalisme.
Oposisi Venezuela yakin bahwa kandidatnya memenangi pemilihan dengan telak.
Maduro mengatakan pada 31 Juli bahwa lebih dari 1.200 orang telah ditahan sejak protes dimulai. Mereka dituduh melakukan perusakan infrastruktur negara, hasutan kebencian, dan terorisme.
“Mereka mengira serangan kriminal, penyergapan, guarimbas (kerusuhan dengan kekerasan) akan berlanjut lagi selama 60 hari, 120 hari (seperti selama protes massal pada tahun 2014 dan 2017), itulah yang mereka harapkan," kata Maduro.
Baca juga: PBB desak tokoh menahan diri dari kekerasan pasca Pilpres Venezuela
Baca juga: EU minta transparansi dalam pemilu Venezuela di tengah dugaan curang
"Namun dalam waktu 48 jam, berkat respons dari persatuan polisi-militer-sipil, kami berhasil mengatasi percikan fasis, dengan bantuan konstitusi dan dengan cara yang damai.
"Kami menahan 2.000 orang, mereka akan dikirim ke Tocoron dan Tocuyito (penjara dengan keamanan tertinggi). Dengan hukuman maksimal. Keadilan. Kali ini tidak akan ada pengampunan,” kata Maduro dalam pidatonya di sebuah rapat umum di depan istana presiden.
Para tahanan telah "meninggalkan bukti dengan video yang mereka rekam," kata sang presiden, seraya menambahkan bahwa 80 persen dari mereka yang terlibat dalam aksi kekerasan, yang membakar unit-unit pemilihan dan departemen-departemen regional Dewan Pemilihan Nasional, telah ditahan.
Baca juga: Maduro menang pilpres Venezuela dengan hasil 51,95 persen suara
Baca juga: AS desak capres oposisi Venezuela diakui sebagai pemenang pemilu
Baca juga: Argentina akui Edmundo Gonzales sebagai presiden terpilih Venezuela
Pemilihan presiden di Venezuela diadakan pada 28 Juli. Keesokan harinya, Dewan Pemilihan Nasional menyatakan Nicolas Maduro, yang memperoleh lebih dari 51 persen suara, sebagai pemenang.
Oposisi Venezuela mengeklaim kemenangan telak dalam pemilihan tersebut, dengan mengutip lembar penghitungan suara yang mereka peroleh dari tempat-tempat pemungutan suara di seluruh negeri.
Anggota parlemen Amerika Serikat dan Eropa yang bertanggung jawab atas urusan luar negeri mengeluarkan pernyataan bersama pada Jumat yang mengatakan pemimpin oposisi Edmundo Gonzalez memenangi pemilihan presiden Venezuela dan berjanji akan meminta pertanggungjawaban Maduro jika ia menolak melepaskan kekuasaan.
Moskow mengatakan oposisi Venezuela harus mengakui kekalahan dalam pemilihan tersebut.
Selain itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov memperingatkan negara-negara ketiga agar tidak mendukung upaya untuk mengacaukan situasi di dalam Venezuela.
Sumber: Sputnik-OANA
Baca juga: Meksiko tuduh blok regional bias terhadap pemilihan umum Venezuela
Baca juga: Venezuela minta Rusia, China nilai serangan siber sistem pemilu
Penerjemah: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024