Jakarta (ANTARA) - Organisasi gerakan koperasi dunia, International Cooperative Alliance (ICA) dan lembaga riset Euricse awal tahun 2024 lalu merilis 300 Koperasi Besar Dunia. Total putaran bisnisnya sebesar 37 ribu triliun rupiah atau hampir sama dengan Produk Domestik Bruto (PDB) negara Italia.

Dari 300 koperasi tersebut, negara tetangga, Singapura menyumbang 2 koperasi besar, Malaysia 1 koperasi, dan paling banyak adalah Amerika Serikat, yaitu sebanyak 77 koperasi. Dari Indonesia ternyata belum ada satupun koperasi yang masuk dalam jajaran 300 koperasi besar dunia tersebut.

Dari 300 koperasi besar dunia itu sesungguhnya ada satu rahasia besar yang tidak banyak diketahui secara terbuka. Atau kalaupun disampaikan biasanya sulit dipahami masyarakat yang awam koperasi.

Sebab, orang pada umumnya hanya mengenal cara kerja atau sistem kerja korporat yang selama ini banyak diterapkan. Sehingga belum familiar untuk langsung memahami prinsip kerja yang berbeda.

Termasuk skolar yang yang belajar ilmu manajemen perusahaan sekalipun karena sistem ini tidak dipelajari dan diteorikan di dalam diktat ilmu manajemen.

Rahasia besar itu ialah sistem pembagian keuntungan atau surplus dari koperasi yang dibagikan kepada pekerja, bahkan kepada konsumennya.

Cara membaginya juga tidak sembarangan, melainkan menggunakan dasar keadilan partisipatif. Bahkan dapat dikatakan menjadi satu keunggulan komparatif yang tidak mungkin dilakukan oleh korporasi kapitalis.

Istilah dari sistem tersebut adalah Divvy, yaitu sistem kebijakan pembagian keuntungan berdasarkan besarnya partisipasi pekerja dan konsumen. Sesuatu yang berbeda dengan sistem kebijakan pembagian keuntungan (devidend policy) dari sistem kerja korporat umumnya.


Sistem Pembagian

Divvy secara definisi adalah merupakan sistem pembagian keuntungan atau sisa hasil usaha (SHU) yang didasarkan bukan hanya dari dasar investasi finansialnya.

Namun juga didasarkan pada kontribusi dari transaksi lainnya seperti pembelanjaan pada model koperasi konsumen, berdasarkan pada kontribusi lainnya seperti tenaga atau pikiran serta tanggung jawab jabatan dalam model koperasi pekerja, didasarkan pada besaran kontribusi hasil produksi pada koperasi produsen dan lain sebagainya.

Divvy ini merupakan sistem pembagian keuntungan di semua sektor koperasi yang dipakai di seluruh dunia hingga saat ini. Dari koperasi konsumen, simpan pinjam (Credit Union), asuransi, pertanian, peternakan, layanan publik koperasi listrik, rumah sakit, perumahan, bioskop, dan lain lain.

Sistem tersebut diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Charles Howarth, ketua kedua Koperasi Rochdale yang belajar dari Dr. Archibald Campbell yang berasal dari komunitas Owenite (penganut pemikiran Robert Owen) dari hasil mendengarkan saran dari intelektual Dr. W. King dan tokoh reformis sosial lainya (Thompson, 2012).

Dalam korporasi kapital, diketahui sistem pembagian keuntungan, profit, atau earning, atau deviden itu hanya dibagi kepada pemodal finansial atau sering disebut sebagai investor atau shareholder atau stockholder. Mereka yang mendapatkan bagian keuntungan perusahaan adalah hanya penyetor modal finansial.

Sistem DIVVY sendiri merupakan sebuah keunggulan dari sistem koperasi yang jika diterapkan maka akan sulit sekali dapat disaingi oleh korporasi kapitalis.

Sebab, korporasi selama ini hanya membagi keuntungan didasarkan pada besaran modalnya. Paling banter hanya akan memberikan bagian keuntungan pada karyawannya seperti yang berlaku pada korporasi yang telah melaksanakan pembagian saham pada pekerjanya (employee share ownership plan/ESOP).

Koperasi lebih dari itu karena membagi keuntungan atau SHU kepada konsumennya sekalipun. Ini akan berdampak pada loyalitas dari konsumen/nasabah/ pelanggan dan pemiliknya.

Dimanapun semua perusahaan pasti ketika menjalankan operasionalisasinya akan ditujukan untuk mendapatkan jumlah pendapatan (revenue) atau istilah awamnya omzet atau penjualan dalam istilah akuntansinya.

Dari omzet yang ada lalu dikurangi terlebih dulu harga pokok penjualan(HPP), lalu baru dihasilkan keuntungan bruto. Dari keuntungan bruto kemudian akan dikurangkan terlebih dahulu oleh biaya biaya dan di dalamnya ada biaya gaji, biaya penyusutan dan amortisasi, biaya administrasi dan umum, biaya operasional dan lain lain.

Barulah kemudian dihasilkan keuntungan bersih sebelum bunga dan pajak. Istilah akuntansinya disebut earning before interest and tax (EBIT). Setelah dikurangi pajak dan bunga barulah diketahui jumlah keuntungan atau SHU bersih yang kemudian akan dibagi.

Notasinya adalah sebagai berikut:
P - HPP = SK - BB = SHU

Keterangan:
P = Penjualan
HPP = Harga Pokok Penjulan
SK = SHU Kotor
BB = Biaya -Biaya
SHU = Sisa Hasil Usaha ( Rugi/Untung).

Dalam sistem perusahaan umumnya, keuntungan diputuskan pembagian biasanya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan kalau di perusahaan koperasi disebut Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Di dalam RAT inilah keputusan pembagian SHU itu dibuat. Istilahnya adalah Devidend Policy (Kebijakan Keuntungan). Biasanya ada yang ditahan jadi cadangan dan dibagi.

Di koperasi dibagi lebih rinci lagi. Ada yang dijadikan cadangan untuk memupuk modal tambahan koperasi, dibagi ke anggota, untuk bagian direksi/pengurus/pengawasnya, untuk alokasi dana sosial dan pendidikan. Tapi semua tergantung dari keputusan perusahaan koperasi.

Sementara sistem divvy itu diambil berdasarkan pada kontribusi anggota yang tidak hanya didasarkan pada kepesertaan modal finansialnya. Tapi juga didasarkan pada kontribusi lainya.

Sebut saja jika dalam koperasi konsumen maka di dasarkan pada prinsip mereka yang belanja lebih banyak mendapatkan untung lebih banyak, buy more get more.

Cara menghitungnya adalah dengan cara dari keuntungan yang dibagi untuk anggota kemudian ditentukan dahulu dalam RAT berapa besar prosentase yang dihitung berdasarkan modal dan berapa besar yang ditentukan berdasarkan transaksi.

Misalnya untuk koperasi konsumen adalah berdasarkan berapa banyak belanja mereka. Ini bisa diwujudkan menjadi sistem poin SHU.

Dalam sistem penganggaran keuangan dan program kerja koperasi juga akan dapat lebih mudah diukur dan diprediksi karena setiap anggota dapat langsung diukur kemampuannya secara rekam statistik untuk turut memanfaatkan layanan, berkontribusi dalam permodalan yang dibutuhkan serta ikut serta dalam aktifitas program kerja pendukungan bagi perusahaan koperasi.

Perusahaan koperasi tak hanya memiliki kecanggihan dalam manajemen karena membagi keuntungan kepada konsumennya, tapi juga dalam mengambil keputusan dasarnya adalah setiap orang sama, sehingga akan mampu ciptakan sistem yang berkeadilan bagi semua.

Sehingga konsentrasi pengambilan keputusan tidak tertumpu pada satu orang. Keadilan, dan juga kendali atas kerusakan sistem perusahaan akan lebih dapat jaminannya.

Kesimpulannya, sistem divvy merupakan keunggulan komparatif dari perusahaan yang berbentuk koperasi.

Hanya sayangnya keunggulan ini di Indonesia belum diterapkan bahkan belum diajarkan di sekolah dan kampus. Belum ada teks atau satuan materi kuliah yang memuat formula tentang model pembagian keuntungan koperasi tersebut.

Model seperti ini sebenarnya sangat potensial untuk diterapkan di dalam praktik perkoperasian di Indonesia. Sebagaimana menurut F. Engel, praktik itu berkembang karena teori dan teori berkembang itu karena praktik.


*) Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR)

Copyright © ANTARA 2024