Jakarta (ANTARA News) - Ajang ASEAN Literary Festival 2014 yang berlangsung selama 21--23 Maret di Taman Ismail Marzuki Jakarta menghadirkan para penulis terbaik dari 14 negara. Festival sastra yang dihelat untuk pertama kalinya itu akan didatangi lebih dari 40 penulis, akademisi dan kritikus dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Myanmar, Vietnam, Timor Leste, China, Korea, Inggris, Australia dan Belanda.
Penggagas ALF Abdul Khalik menjelaskan bahwa mereka mengumpulkan para penulis terbaik melalui beragam cara.
Sebagian dihubungi langsung, ada yang dikontak melalui asosiasi penulis, ada juga negara seperti Singapura yang menawarkan daftar penulis untuk dihubungi. Mereka pun meminta bantuan lewat Kementerian Luar Negeri.
Dia menjelaskan, belum banyak sesama penulis Asia Tenggara yang mengenal satu sama lain sehingga sulit menghubungi tiap orang secara personal.
"Kami juga mengontak lewat Kementerian Luar Negeri yang menghubungi kedutaan-kedutaan besar untuk mengirimkan penulis terbaik," ungkap Abdul dalam jumpa media di Jakarta, Rabu.
Panitia kemudian memilih para penulis dan akademisi sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan sebagai pembicara dalam beberapa sesi diskusi dalam Asean Literary Festival 2014. Ada delapan diskusi yang dihelat selama dua hari.
Diskusi pada hari Sabtu meliputi tema "Contemporary Asean Literature" bersama Manneke Budiman (Indonesia), Isa Kamari (Singapura) dan Andy Fuller (Australia), diskusi "Democracy, Human Rights and Literature" tentang pengaruh pemerintahan terhadap karya sastra yang mendorong demokrasi dan penegakan HAM diisi oleh Todung Mulya Lubis (Indonesia), Prabhassorn Sevikul (Thailand) dan Ning Ken (China).
"Literary Works under Totalitarian Regime" membicarakan karya sastra di Indonesia dan Filipina saat dipimpin Soeharto dan Marcos oleh Pete Lacaba (Filipina) dan Wijaya Herlambang (Indonesia), dan "Southeast Asia Literature and Colonialism" bersama Melanie Budianta (Indonesia) juga Jamil Maidan (Filipina).
Esoknya diisi dengan diskusi "Ethnicity, Religion and Literature" tentang peran sastra dalam mendorong perdamaian dan multikulturalisme bersama pembicara Andy Fuller dan Na Ye (China).
Ada pula "Where Does Literary Critics Go" yang membahas peran kritik mempengaruhi mutu karya sastra dengan pembicara Katrin Bandel (Indonesia) dan Wan Gang (China), sesi "Women and Literature" mengupas perkembangan dan pengaruh penulis perempuan di Asia Tenggara diisi oleh Oka Rusmini dari Indonesia.
Sementara diskusi "The Role of Literary Translation" tentang terjemahan karya sastra dan upaya mendorongnya ke arah yang lebih baik menghadirkan John McGlynn dari Lontar Foundation, Kate Griffin dari British Center dan Gramedia Pustaka Utama. (*)
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014