Jakarta (ANTARA) - Ketua Komite Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany mengemukakan risiko penyakit yang ditimbulkan akibat rokok elektronik sama dengan rokok konvensional.

"Rokok elektronik, banyak kajian-kajian yang menunjukkan tidak mengurangi risiko, bahkan meningkatkannya. Banyak kajian yang membuktikan bahwa rokok elektronik tidak menurunkan risiko, tetap saja membuat kecanduan," kata dia di Jakarta, Sabtu.

Ia mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang di dalamnya mengatur larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik.

Menurut dia, kadar nikotin yang ada dalam rokok elektronik sama bahaya dengan rokok konvensional.

"Orang mulai coba-coba elektronik kan karena kadar nikotinnya itu kan, kalau elektronik kadar nikotinnya ada di cairan, sehingga risikonya sama saja, dan kalau di bandara juga sama-sama dilarang kan, karena mengganggu orang lain," ucapnya.

Baca juga: Pakar: Implementasi PP 28 terkait larangan rokok butuh peran pemda

Ia menegaskan pajak rokok di daerah harus benar-benar digunakan untuk mengurangi prevalensi perokok anak dan remaja.

"Kalau pajak rokok daerah Itu nilainya tahun ini 24 triliun, cukup besar dan banyak pemda belum cukup efektif menggunakan uang itu. Padahal, ada peraturan minimum 50 persen untuk kesehatan dari pajak rokok daerah. Kalau 10 persennya saja bisa dipakai untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya mengontrol perokok pemula dan remaja oleh pemda, jangan sampai jual ketengan dan mengingatkan masyarakatnya itu bisa efektif," katanya.

Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan pada 26 Juli 2024. Dalam PP tersebut, salah satunya diatur mengenai larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik.

Ketentuan itu tertera dalam pasal 434 ayat (1) poin c dalam PP tersebut, sebagaimana salinan PP yang dilihat dalam laman jdih.setneg.go.id.

Dalam pasal 434 tertulis Ayat (1) setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik, jika poin (a) disebutkan menggunakan mesin layan diri, poin (b) kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil, (c) secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.

Poin (d) dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui, (e) dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dan (f) menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.

Baca juga: Asosiasi: Tembakau alternatif hanya diperuntukkan bagi perokok dewasa
Baca juga: PDPI: Rokok elektronik bisa jadi bom waktu beberapa tahun ke depan
Baca juga: Dokter: Komunikasi persuasif tembakau alternatif turunkan prevalensi merokok

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024