Cisarua, Bogor (ANTARA News) - Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Prabowo Subianto, menegaskan bahwa kaum tani Indonesia hanya akan didengar kalau kuat seperti sapu lidi, sedangkan kalau sendiri-sendiri tidak akan kuat, sehingga selalu diabaikan, dan bahkan hanya menjadi korban. "Jadi HKTI ibaratnya harus menjadi gabungan lidi-lidi itu. Para petani kalau sendiri-sendiri tidak akan didengar, selalu akan diabaikan dan menjadi korban. Kredit triliunan rupiah selalu menuju kepada mereka-mereka yang tidak nasionalis," katanya pada pembukaan "Temu Tani dan Perkemahan Agribisnis" di Kebun Teh Gunung Mas, Kecamamatan Cisarua-Puncak, Kabupaten Bogor, Jumat. Kegiatan yang diikuti oleh ribuan anggota dan kader HKTI se-Indonesia itu untuk konsolidasi dan memperkuat daya tawar-menawar petani terhadap pasar hasil pertanian dan berlangsung tiga hari hingga Minggu (17/9), sekaligus pelantikan bagi pengurus HKTI Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berkaitan dengan tema nasionalisme dan kemandirian pangan, ia sepakat bahwa hal itu perlu terus didorong, karena bangsa Indonesia sekarang ini sedang krisis nasionalisme. "Kita lupa apa itu arti nasionalisme. Nasionalisme adalah cinta tanah air, dalam agama pun kita diajarkan bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman, tapi kita lupa apa itu cinta tanah air," kata Prabowo, yang mantan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad). Ia pun menegaskan, HKTI harus melahirkan pemimpin yang mampu menggerakkan dan mempersatukan, serta memberdayakan kaum tani. "Hanya dengan persatuan yang kokoh, maka kaum tani Indoensia akan didengar, kalau tidak, sedikit-sedikit akan impor beras lagi, impor susu terus menerus, impor sapi, daging, paha ayam, sehingga kita menjadi bangsa yang benar-benar tidak punya kedaulatan dan kemandirian," kata mantan Komandan Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus) itu. Ia mengemukakan bahwa sektor pertanian berada dalam suatu situasi krisis, salah satunynya karena nasionalisme ditinggalkan. Putra "begawan ekonomi" Indonesia, Prof Soemitro Djojohadikusumo (almarhum) itu merujuk ke Vietnam yang tahun 1980-an mengalami krisis pangan dibantu petani Indonesia, dan sampai sekarang mereka masih ingat jasa bangsa Indonesia, sehingga apa saja yang dibutuhkan oleh Indonesia mereka akan berusaha untuk membantu. "Tapi sekarang, sedikit-sedikit kita impor dari mereka," katanya. Menanggapi masalah impor pangan, dikatakannya bahwa hampir setiap tahun selalu menjadi masalah dan ada yang menganggap remeh, ada yang mengatakan biasa saja Indonesia mengimpor 5 hingga 10 persen, dan hal itu tidak menjadi masalah. "Namun, bagi HKTI ini bukan masalah biasa, tapi masalah prinsip, kita harus berjuang supaya benar-benar bisa swasembada pangan, ini perjuangan berat kita," katanya. Dikemukakannya bahwa faktor kekurangan dalam pertanian adalah kredit produksi bagi petani, dan HKTI belum mampu untuk menjadi layaknya BRI (Bank Rakyat Indonesia) yang seharusnya lebih fokus pada micro finance. "Tapi, kita bisa menjadi pendobrak, motivator, pelopor, contoh," katanya. Prabowo pun mengemukakan, HKTI berniat dalam waktu dekat untuk membuka Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau lembaga kredit mikro, yang sudah dijalankan oleh kader HKTI di beberapa daerah, seperti di Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), dan itu semua di duplikasi, replikasi di kabupaten lain di seluruh Indonesia. "Langkah kita memang sulit, elit kita memang elit yang sering mencemoohkan inisiatif, kalau sudah berjalan dan terbukti baru berbondong-bondong akan mengikuti. Itu sifat bangsa kita," kata cucu pendiri BRI tersebut. Ia juga mengemukakan, meski ada kondisi seperti itu, HKTI harus tak perlu banyak bicara dan wacana, melainkan harus bekerja dan mencari solusi yang bisa langsung membantu petani di Indonesia. Ditambahkannya bahwa upaya yang bisa menngairahkn petani, salah satau program yang sudah dilakukan sejak Ketua Umum KHTI di masa Siswono Yudhohusodo, yakni sertifikasi tanah atau lahan petani. "HKTI terus mendorong dan sudah berhasil di beberapa tempat supaya petani-petani itu bisa dapat sertifikat dengan harga terjangkau, ini sudah berhasil dengan beberapa ribu sertifikasi dan HKTI Lampung menjadi model yang sangat baik, jadi sertifikasi ini juga program nasional kita," demikian Prabowo Subianto. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006