Tidak mudah melakukan reform terhadap perizinan dasar
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menyebut, proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang meliputi substansi batang tubuh dan lampiran telah mencapai sekitar 95 persen atau dalam tahap finalisasi.

“Dari turunan Undang-Undang Cipta Kerja, PP Nomor 5 Tahun 2021 merupakan peraturan turunan yang paling besar cakupannya yang mana melalui peraturan tersebut Pemerintah ingin mereformasi semua perizinan berusaha,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Realisasi dari PP Nomor 5 Tahun 2021 salah satunya yakni penerbitan 9,5 juta Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui Online Single Submission (OSS).

“Jadi, sebenarnya sudah sangat bagus. Namun karena ada kebutuhan-kebutuhan yang lain, kita akan terus mendorong dan lakukan review kembali, khususnya yang terkait dengan masalah perizinan dasar dan persyaratan dasar. Tidak mudah melakukan reform terhadap perizinan dasar,” kata Susiwijono.

Upaya revisi PP Nomor 5 Tahun 2021 juga terkait persyaratan dasar seperti persetujuan lingkungan tentang bagaimana kegiatan perusahaan memberikan dampak terhadap lingkungan akan didetailkan, sehingga diharapkan memberikan kepastian pada pelaku usaha.

Pemerintah menyelenggarakan Forum Konsultasi Publik dalam proses revisi PP Nomor 5 Tahun 2021 untuk melaksanakan partisipasi publik sebagai bentuk keterlibatan masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sebelum diselenggarakan di Kota Batam, Forum Konsultasi Publik tersebut juga telah diselenggarakan di sejumlah kota yang mewakili wilayah Indonesia Timur dan Tengah.

Lebih lanjut, Susiwijono juga menyampaikan kondisi ekonomi terkini. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi makro, Pemerintah optimis perekonomian Indonesia tetap tumbuh di atas 5 persen pada semester II-2024 dengan pengendalian inflasi yang sangat baik. Hal ini menjadikan Indonesia termasuk dalam sedikit negara yang memiliki ekonomi yang kuat.

“Kalau konteksnya investasi, saya kira realisasinya sangat bagus dan sampai hari ini di Kementerian/Lembaga masih selalu menerima kunjungan dari para calon investor. Kebetulan Kemenko Perekonomian juga bertanggung jawab terhadap Kawasan Ekonomi Khusus, Proyek Strategis Nasional, dan semua proyek-proyek strategis yang ada di bawah Kemenko Perekonomian sehingga tahu persis betapa para calon investor masih sangat mengejar untuk bisa investasi di Indonesia,” ungkapnya.

Meskipun saat ini prosesnya telah mencapai 95 persen dan direncanakan akan diharmonisasi pada minggu depan agar dapat segera ditandatangani oleh Presiden, namun revisi PP Nomor 5 tahun 2021 tersebut merupakan proses yang dinamis sehingga Pemerintah sangat terbuka dengan masukan-masukan dari masyarakat.

Susiwijono mengatakan, hal tersebut mengingat secara paralel Pemerintah juga tengah melakukan upaya aksesi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), di mana Indonesia wajib menyelaraskan standar OECD.

Terkait OECD, pada kesempatan tersebut Susiwijono menyampaikan bahwa mulai bulan Juli 2024 Indonesia sudah mulai masuk ke tahap aksesi OECD sehingga Pemerintah sudah menggulirkan reformasi jilid kedua.

“Kalau di jilid pertama adalah aturannya dulu, di jilid kedua ini adalah reform mengenai prakteknya, implementasinya, practice-nya. Karena itu, kita sudah mengajukan aksesi anggota OECD dan kita wajib melengkapi dengan semua standar OECD. Jadi, ini jalan paralel, PP turunan Undang-Undang Cipta Kerja kita ubah, tapi kita juga jalan paralel aksesi OECD,” ungkap Susiwijono.

Lebih lanjut, ia juga menginformasikan bahwa telah direncanakan pada minggu depan akan dilakukan kick-off Tim Nasional Percepatan Aksesi OECD yang terdiri dari 26 sektor dengan salah satunya mengenai investasi dan perizinan berusaha.

Hal tersebut disampaikan untuk memberi gambaran kepada masyarakat bahwa secara paralel Pemerintah tengah melakukan reform secara regulasi maupun dari sisi aksesi OECD.

Baca juga: RI gandeng ERIA perdalam kajian aksesi OECD hingga memperluas ekspor
Baca juga: RSM: Aturan Transfer Pricing oleh OECD perlu disikapi dengan hati-hati

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024