Meskipun hujan, kerumunan tersebut terus meneriakkan slogan-slogan seperti “Satu tuntutan, satu permintaan; Kapan kamu akan pergi, Hasina?" dan “Sang diktator harus pergi, dan demokrasi harus dipulihkan."
“Tidak ada jika dan tetapi dalam gerakan ini,” kata Rashid Anwar, seorang karyawan LSM, kepada Anadolu. “Kami turun ke jalan dengan satu tuntutan untuk pengunduran diri Hasina.”
Selama tiga pekan terakhir, negara Asia Selatan dengan populasi sekitar 170 juta itu berada dalam kekacauan akibat protes yang dipimpin oleh mahasiswa yang menuntut reformasi terhadap kuota pekerjaan pemerintah.
Meskipun pemerintah akhirnya membuat perubahan pada sistem kuota, tanggapan kekerasan terhadap protes tersebut mengakibatkan setidaknya 200 kematian, sebagian besar adalah mahasiswa dan warga umum.
Pada Jumat, Direktur Regional UNICEF Asia Selatan Sanjay Wijesekera melaporkan bahwa setidaknya 32 dari yang meninggal adalah anak-anak.
"UNICEF telah mengonfirmasi bahwa setidaknya 32 anak tewas selama protes pada bulan Juli, dengan banyak lainnya yang terluka dan ditahan. Ini adalah kehilangan yang tragis. UNICEF mengutuk semua tindakan kekerasan. Atas nama UNICEF, saya menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga yang berduka atas kehilangan anak-anak mereka,” kata Wijesekera.
Analis politik Zahed Ur Rahman mengatakan kepada Anadolu bahwa ketidakpedulian pemerintah terhadap kematian itu dan upaya menyalahkan lawan politik atas kekerasan tersebut ketimbang menahan pelaku sebenarnya, telah memicu kemarahan publik.
“Pemerintahan Hasina percaya bahwa mereka bisa menenangkan protes melalui kekerasan dan penangkapan massal, namun tindakan ini justru memperburuk kerusuhan,” tambahnya.
Meskipun sebagian besar protes pada Jumat di Dhaka tetap relatif damai, demonstrasi di pinggiran kota Uttara berubah menjadi aksi kekerasan ketika mahasiswa pendukung partai yang berkuasa dilaporkan menyerang para demonstran tanpa provokasi, mengakibatkan beberapa demonstran terluka.
Di kota pelabuhan Chattogram di selatan Bangladesh, beberapa ribu pengunjuk rasa mulai berbaris menuju GEC Corner, sebuah persimpangan penting di kota tersebut, setelah shalat Jumat. Mereka meneriakkan slogan-slogan yang menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Hasina.
Di kota timur laut Sylhet, polisi berusaha menghentikan prosesi besar yang terdiri dari beberapa ribu orang setelah shalat Jumat.
Pada satu titik, petugas menembakkan gas air mata, granat suara, dan peluru karet untuk membubarkan kerumunan. Menurut sumber polisi, setidaknya 10 orang telah ditangkap di Sylhet.
Sumber: Anadolu-OANA
Baca juga: Pimpinan mahasiswa dalam 'tahanan polisi' akhiri protes di Bangladesh
Baca juga: Bangladesh lanjutkan jam malam di tengah penangkapan pengunjuk rasa
Baca juga: PBB desak Bangladesh ungkap rincian kekerasan dalam protes
Penerjemah: Primayanti
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024