Badan Antidoping China (Chinese Anti-Doping Agency/CHINADA) dan Badan Antidoping Dunia (World Anti-Doping Agency/WADA) telah memberikan penjelasan komprehensif yang melegitimasi cara mereka menangani kasus-kasus tersebut.
CHINADA bertindak cepat dengan menskors sementara para atlet tersebut sambil menunggu investigasi menyeluruh, yang berakhir pada akhir 2023.
Penyelidikan menemukan bahwa hasil positif tersebut merupakan konsekuensi dari konsumsi makanan yang tercemar secara tidak sengaja, dan membebaskan para atlet dari kesalahan apa pun.
WADA menguatkan temuan CHINADA, dengan menyatakan bahwa berbagai tes dan investigasi ekstensif, termasuk analisis sampel makanan dan suplemen gizi, mendukung kesimpulan bahwa kontaminasi daging telah menyebabkan tes positif.
Tuduhan terhadap CHINADA tersebut mencerminkan masalah yang lebih dalam tentang bias dan standar ganda dalam penggambaran kasus doping yang melibatkan atlet dari berbagai negara.
Sebaliknya, Badan Antidoping Amerika Serikat (United States Anti-Doping Agency/USADA) baru-baru ini membebaskan atlet atletik Amerika Serikat (AS) Erriyon Knighton, yang dinyatakan positif menggunakan steroid anabolik kuat jenis trenbolone. USADA mengaitkan hasil tes tersebut dengan kontaminasi daging, sehingga Knighton dapat bertanding di Olimpiade Paris tanpa skorsing.
Keputusan ini menuai kritik karena adanya standar ganda, karena trenbolone tidak sering ditemukan sebagai kontaminan, dan kasus-kasus serupa biasanya mengakibatkan skorsing selama empat tahun.
WADA saat ini sedang memeriksa kembali kasus Knighton dan mempertimbangkan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (Court of Arbitration for Sport/CAS).
Penanganan kasus doping oleh CHINADA sangat kontras dengan kelonggaran yang diberikan oleh USADA terhadap atlet AS. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan integritas penegakan antidoping.
Menurut World Aquatics, induk organisasi renang dunia, perenang China dites rata-rata 21 kali sejak 1 Januari hingga dimulainya Olimpiade. Sebagai perbandingan, perenang Australia dan AS masing-masing hanya dites empat dan enam kali.
Seiring Olimpiade Paris 2024 mendekati pertengahan masa kompetisinya, ini adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan pentingnya "fair play" dengan pendekatan yang tidak bias terhadap penegakan antidoping dan laporan media.
Perlakuan yang sama terhadap semua atlet sangat penting bagi integritas olahraga, baik selama Olimpiade ini maupun di masa depan.
Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2024