Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Khalid Muhamad mengatakan, PT Lapindo Brantas/Energi Mega Persada (EMP) bukan termasuk perusahaan yang menghormati hak-hak masyarakat. Pernyataan itu diluncurkan oleh Khalid dalam sebuah diskusi yang berlangsung di Kantor Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), di Jakarta, Jumat. "Sejak awal, pengeboran yang akan dilakukan di daerah padat penduduk seharusnya direncanakan jauh lebih baik dibandingkan bila pengeboran itu dilakukan di tengah hutan - misalnya," kata Khalid. Namun buktinya, lanjut Khalid, ketika proses pengeboran itu menimbulkan semburan lumpur, "Lapindo lebih mengutamakan penyelamatan rig bukan hak-hak ekonomi dan sosial penduduk." Pada pekan-pekan awal semburan keluar dari sumur Banjar Panji I, Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jatim, PT Lapindo Brantas menyalahkan gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah (27 Mei) sebagai keladi kegagalan proses pengeboran. "Dalam berbagai sesi dengar pendapat dengan DPRD dan pejabat, pihak Lapindo menyebutkan gempa bumilah penyebab semburan lumpur di Sidoarjo, tidak ada upaya serius untuk menyusun perencanaan penanggulangan," kata dia. Khusus tentang volume semburan lumpur panas, masih kata Khalid, versi Walhi menyebutkan setidaknya 50 ribu meter kubik lumpur menggenangi lokasi sekitar sumur tiap harinya. Sementara Lapindo menyebut angka 5 ribu per hari. Meskipun berbagai pihak, antara lain Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH) meralat angka volume lumpur itu menjadi 25 ribu meter kubik per hari, namun tetap saja perdebatan ini menimbulkan penanganan yang efeknya merugikan masyarakat. "Volume yang disebut secara berbeda-beda menimbulkan pola penanganan yang berbeda-beda, mulai dari pembuatan tanggul dan peninggian jalan, namun itu semua tidak sanggup menanggulangi masalah yang ada," kata Khalid menjelaskan. Sementara itu rencana pembuangan lumpur dan air lumpur ke Sungai Porong dan Selat Madura, menurut Khalid, hanya akan menjadi kejahatan kedua Lapindo setelah mengakibatkan genangan lumpur di delapan desa di Kecamatan Porong, Sidoarjo. "Dengan membuang lumpur ke sungai dan selat, Lapindo melakukan kejahatan kedua terhadap lingkungan hidup, yakni memperbesar kerusakan yang kini telah ada," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006