Terhitung sejak awal Juli kejadian karhutla mulai meningkat di Kotim. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat sejak ditetapkannya status siaga darurat bencana karhutla
Sampit (ANTARA) -
BMKG Stasiun Meteorologi Haji Asan Sampit menyampaikan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menurun seiring dengan adanya hujan yang mengguyur dalam beberapa hari terakhir.
 
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kotim Rahmat Wahidin Abdi di Sampit, Sabtu, mengatakan hujan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini berdampak pada potensi karhutla.

Baca juga: Delapan daerah di Riau tetapkan status siaga darurat karhutla
 
"Sebab hujan meningkatkan kelembaban tanah, hingga pada akhirnya mengurangi potensi terjadinya kebakaran,” terangnya.

Dia menyampaikan, terhitung sejak awal Juli kejadian karhutla mulai meningkat di Kotim. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat sejak ditetapkannya status siaga darurat bencana karhutla pada 4 Juli yang masih berlangsung hingga 10 Oktober 2024, setidaknya sudah 21 kejadian karhutla di wilayah Kotim.
 
Kemudian, sejak Rabu (31/7) hujan dengan intensitas ringan hingga lebat mulai mengguyur hampir seluruh wilayah Kotim. Curah hujan ini cukup untuk meningkatkan kelembaban permukaan tanah, sehingga dapat menurunkan potensi terjadinya karhutla.
 
Kondisi ini diperkirakan masih akan terjadi dalam beberapa hari ke depan dan peta potensi kemudahan terjadinya kebakaran yang ditinjau dari analisa parameter cuaca di wilayah Kalimantan Tengah pun menunjukkan keterangan aman dan tidak mudah terbakar.
 
Akan tetapi, bukan berarti Kotim sepenuhnya bebas dari ancaman karhutla. Sebab, sebenarnya saat ini Kotim masih dalam fase peralihan musim atau yang sering disebut musim pancaroba.
 
“Sekarang kita masih dalam fase peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, ciri khasnya dari peralihan ini biasanya curah hujan tinggi yang terjadi secara tiba-tiba dan biasanya bisa disertai angin kencang,” ujarnya.

Baca juga: Karhutla terjadi pada lahan perusahaan di Siak seluas 3 hektare
 
Abdi melanjutkan, pada fase ini arah angin sering berubah-ubah, sehingga sulit untuk memprediksi akan turunnya hujan dalam satu hari. Sedangkan, untuk awal dan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Agustus.
 
OIeh sebab itu, masyarakat diminta untuk tetap waspada terhadap potensi terjadinya kebakaran dan ikut membantu mencegah terjadinya karhutla mengingat sebagian besar wilayah Kotim merupakan wilayah gambut yang mudah terbakar di musim kemarau.
 
Ia menambahkan, jika dibandingkan tahun sebelumnya durasi kemarau tahun ini diperkirakan lebih pendek dan tingkat kekeringannya lebih rendah.
 
Hal ini juga berkaitan dengan paparan Kepala BMKG Pusat, bahwa saat ini fenomena El Nino yang mempengaruhi musim kemarau telah berakhir dan memasuki fenomena La Nina.
 
Pada 2023, fenomena El Nino aktif sehingga memperkuat dampak musim kemarau, sedangkan saat ini wilayah Indonesia sudah berada pada posisi netral dan menuju fenomena La Nina yang identik dengan curah hujan yang tinggi.
 
“Jadi, kalau musim kemarau dipadukan dengan La Nina akan terjadi suatu kondisi yang orang awam biasanya menyebutnya sebagai kemarau basah, meskipun musim kemarau tetap ada hujan,” demikian Abdi.

Baca juga: Pemkab Aceh Selatan imbau masyarakat waspadai karhutla

Pewarta: Muhammad Arif Hidayat/Devita Maulina
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024