Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri RI mendukung student encampment atau protes mahasiswa yang biasa dilakukan sembari berkemah di area kampus sebagai metode untuk menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina sebagaimana banyak dilakukan di Amerika Serikat.

“Walaupun memang di titik ini kita baru bisa demo, baru bisa menyampaikan posisi kita saja tapi ini adalah permulaan, artinya kita tidak diam saja,” kata Direktur HAM dan Urusan Kemanusiaan Kemlu RI, Indah Nurvia Savitri dalam sebuah talk show di Jakarta, Jumat.

Menyampaikan suara saja, lanjut Indah, memang tidak cukup untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina. Namun, aksi student encampment dapat meningkatkan kesadaran tentang konflik Israel-Palestina, memunculkan gerakan boikot yang melibatkan masyarakat global, hingga transparansi universitas terkait kebijakan investasi kampus pada perusahaan yang mendukung genosida oleh Israel.

Selain itu, para mahasiswa dapat menggunakan media sosial sebagai wadah untuk menyuarakan dukungan kepada Palestina. Indah mencontohkan tren All Eyes on Rafah dan All Eyes on Gaza menjadi salah satu bukti bahwa media sosial efektif untuk meningkatkan kesadaran mengenai konflik antar Israel dan Palestina.

“Semua tergantung pada kamu. Kalian mau mengatur sebuah gerakan, kampanye, atau menulis sesuatu mengenai Palestina, itu juga bisa menjadi bentuk dukungan. Memang tidak ada dampak langsung yang kemudian besok (perang) stop dan AS tidak veto lagi dan berani stop Israel, tapi setidaknya kamu sudah melakukan sesuatu,” ujarnya.

Gerakan student encampment, kata dia, pernah terbukti berhasil membuat perubahan di Indonesia, seperti reformasi tahun 1998 saat ribuan mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Sooeharto.

Begitu juga dengan pembatalan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada 27 Mei 2024 setelah demonstrasi mahasiswa menolak kenaikan tersebut.

Adapun student encampment telah dilakukan oleh sejumlah mahasiswa pro-Palestina dari berbagai kampus di Amerika Serikat. Aksi tersebut dipelopori oleh Universitas Colombia, New York pada April 2024 lalu dan diikuti oleh kampus lain di Chicago, Norwegia, Swedia, hingga London dan Berlin.

Para mahasiswa tersebut biasanya mendirikan tenda di area kampus sembari meminta universitas memutus hubungan dengan perusahaan yang mendukung serangan Israel terhadap Gaza.

Baca juga: Polisi Swedia pindahkan mahasiswa dari kemah aksi pro-Palestina
Baca juga: Mahasiswa Universitas Toronto pro-Palestina abaikan ancaman kampus
Baca juga: Harvard tahan 13 gelar mahasiswa, ratusan "walkout" saat wisuda


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024