Hukum adat yang masih berlaku misalnya denda bagi orang yang berkelahi atau tindak kejahatan lain
Wahau, Kaltim (ANTARA) -
Panitia Pengesahan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPP-MHA) Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim) melakukan verifikasi dan validasi ke Desa Long Wehea, Kecamatan Muara Wahau, untuk percepatan pengakuan MHA di desa setempat.
 
"Kehadiran PPP-MHA ke Long Wehea ini untuk mempercepat pengakuan MHA Wehea," ujar M Nuchalis selaku Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat Ahli Muda, Bidang Pemberdayaan Kelembagaan dan Sosbudmas pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kutai Timur, di Muara Wahau, Jumat.
 
Nurchalis yang merupakan salah seorang PPP-MHA ini melanjutkan, tim yang melakukan verifikasi dan validasi sudah sepakat untuk mempercepat pengakuan MHA, sehingga beberapa masukan yang diberikan panitia diharap segera direvisi atau ditambah oleh pengurus MHA.
 
Ia melanjutkan, di Kecamatan Muara Wahau ada enam calon MHA di enam desa yang mengajukan permohonan untuk ditetapkan dan diakui menjadi MHA, semuanya memiliki rumpun yang sama, yakni sama-sama Dayak Wehea.
 
Semula, katanya, ada wacana enam calon MHA ini dilakukan verifikasi secara bersama, yakni keenam calon MHA itu berkumpul dalam satu desa, namun pihaknya khawatir tidak fokus karena bisa jadi terlalu banyak hal yang perlu divalidasi di setiap dokumen, sehingga justru dokumen yang diajukan tidak lengkap.
 
"Jumat ini merupakan hari kelima tim melakukan verifikasi dan validasi, besok masih ada satu desa lagi. Mengapa kami tidak menggabungkan enam desa sekaligus, ini karena kami ingin dokumen yang diajukan detail dan lengkap, sehingga dalam waktu tidak lama PPP-MHA bisa menyerahkan ke Bupati Kutai Timur untuk disahkan," katanya.

Baca juga: Warga Dayak Tenggalan ajukan pengakuan masyarakat hukum adat
Baca juga: Upaya kalangan akademikus menjaga masyarakat hukum adat
 
Ia menjelaskan, dalam verifikasi dan validasi ini, sejumlah masukan yang diberikan oleh panitia antara lain, Desa Long Wehea berbatasan wilayah dengan enam desa, seperti berbatasan dengan Desa Muara Wahau dan tiga desa lain sudah memiliki dokumen kesepakatan batas wilayah tahun 2019.
 
Kemudian dengan Desa Karya Bakti sudah ada dokumen berupa SK Bupati Kutai Timur tahun 2013, sementara dengan Desa Muara Haloq belum ada dokumen kesepakatan batas wilayah, sehingga jika sudah ada kesepakatan, maka dimohon dokumen dilampirkan, tapi jika belum ada, maka dimohon segera ditindaklanjuti agar bisa cepat diproses.
 
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Adat Besar Wehea Lejie Be Leang Song bercerita, di Desa Long Wehea maupun Dayak Wehea secara umum, hukum adat maupun denda adat masih berlaku hingga saat ini termasuk upacara adat.

"Hukum adat yang masih berlaku misalnya denda bagi orang yang berkelahi atau tindak kejahatan lain," katanya.
 
Bahkan jika ada pernikahan antara anak Wehea dengan anak luar, maka anak dari luar atau dari suku lain, harus dilakukan upacara khusus agar anggota keluarga baru tersebut menjadi orang Wehea dan harus patuh dengan adat Wehea.
 
"Begitu pula dengan keluarga dari suku lain yang berdomisili di salah satu desa yang masuk lingkungan Wehea juga diberlakukan adat yang sama, yakni mengikuti adat Wehea," kata Lejie Be.
 

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024