Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada mantan Direktur PT Royal Standard, Untung Sastrawijaya, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan segel sampul surat suara pemilu 2004. Majelis hakim yang diketuai oleh Masrurdin Chaniago dalam persidangan yang berlangsung di Tiopikor Jakarta, Jumat, menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang tersebut. Vonis tersebut lebih rendah 5,5 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta agar Untung divonis 10,5 tahun penjara. Selain menjatuhkan hukuman penjara lebih ringan, majelis juga menilai besarnya kerugian negara tidak dapat diketahui karena keterangan ahli dari BPKP menyandarkan pada perbandingan antara harga seharusnya dan harga yang dibayarkan. "Dalam fakta persidangan diperoleh keterangan bahwa dalam Pemilu legislatif untuk 26 juta keping segel PT Royal Standard menerima pembayaran Rp3,49 miliar," kata majelis. Sementara dalam Pilpres I dan Pilpres II untuk masing-masing pembuatan 19 juta keping dan 17 juta keping segel, perusahaan tersebut menerima Rp2,47 miliar dan Rp2,20 miliar. "Sehingga total penerimaan yang dibayarkan dari keuangan negara mencapai Rp7,726 miliar," kata salah satu anggota majelis Gusrizal saat membacakan putusan. Namun majelis menyatakan jumlah kerugian negara riil tidak dapat diketahui karena ahli dari BPKP dan juga bukti yang diajukan oleh jaksa tidak dapat digunakan untuk mengetahui jumlah biaya produksi. "Sehingga jumlah riil kerugian negara tidak dapat dibuktikan," kata majelis. Namun demikian majelis tetap menilai terdakwa bersalah karena semua unsur dalam dakwaan pertama yaitu memperkaya diri sendiri, korporasi atau orang lain secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara terbukti. "Unsur-unsur yang telah terbukti mengarah pada potensi menimbulkan kerugian negara sehingga unsur kerugian negara sesuai dengan yang disyaratkan pada UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diperbaharui oleh UU No.20 tahun 2001 telah terpenuhi. Majelis juga menolak dakwaan kedua terhadap Untung yang menyatakan bahwa terdakwa memberikan sejumlah uang pada pegawai negeri atau pejabat negara dalam hal ini KPU melalui Kepala Biro Keuangan Hamdani Amin. Dakwaan itu menurut majelis tidak terbukti karena keterangan itu hanya berasal dari Hamdani Amin dan tidak didukung saksi lainnya. Majelis selain memutuskan vonis lima tahun penjara juga menghukum terdakwa membayar denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Hukuman denda itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang meminta terdakwa membayar Rp300 juta subsider enam bulan dan membayar ganti rugi negara Rp5,43 miliar secara tanggung renteng dengan Daan Dimara. Kedua Pihak Banding Menanggapi vonis tersebut, Untung Sastrawijaya langsung menyatakan banding karena menilai ada beberapa hal yang tidak sesuai. Sementara JPU yang terdiri dari Tumpak Simanjuntak, Zet Tadung Alo dan Suwardji juga menyatakan banding atas vonis tersebut. "Karena vonis itu terlalu ringan dari tuntutan JPU dan ada beberapa peristiwa yang disatukan seharusnya pemilu legislatif, pilpres I dan pilpres II dipisahkan," kata salah seorang anggota JPU Tumpak Simanjuntak usai persidangan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006