Pokoknya tidak ada, mana saya bisa perintah? Pokoknya (dia) sendiri.
Jakarta (ANTARA News) - Politisi Bambang Wiratmadji Soeharto mengaku sudah keluar dari partai politik Hanura dan menyebut dirinya sebagai manusia yang "bebas".
"Jangan sebut partai, saya sudah keluar dari situ. Saya orang yang bebas sekarang," kata Bambang seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, Selasa.
Bambang menjadi saksi dalam kasus suap terkait pengurusan perkara tindak pidana umum pemalsuan dokumen sertifikat tanah di Lombok Tengah yang melibatkan Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat M. Subri SK dan anak buah Bambang di PT Pantai Aan, Lusita Anita Razak.
"(Pemeriksaan) Hanya sedikit. Aktivitas Pak Subri dalam perkara tanah di Selong Blanak, tanah saya, yang saya merasa diserobot oleh orang lain," ungkap Bambang.
Mantan politisi Golkar tersebut mengaku tidak tahu peran Lusita.
"Tidak, saya tidak tahu (perannya), ini inisiatif (dia) sendiri," tegas Bambang.
Bambang pun membantah memerintahkan Lusita melakukan suap.
"Pokoknya tidak ada, mana saya bisa perintah? Pokoknya (dia) sendiri. Dan ternyata saya terima kasih sekali dan mudah-mudahan balik ke sini dalam soal lain," ungkap Bambang.
KPK sudah mencegah lima nama terkait kasus ini yaitu Bambang W Soeharto yaitu mantan Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura, Kepala Pengadilan Negeri Praya Sumedi, jaksa Kepala Seksi Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri Praya Apriyanto Kurniawan, serta dua hakim di PN Praya Anak Agung Putra Wiratjaya dan Dewi Santini.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan Subri dan Lusita yang diduga sebagai pemberi suap bersama barang bukti uang dolar AS senilai sekitar Rp190 juta serta ratusan lembar rupiah dalam berbagai pecahan senilai Rp23 juta, di sebuah kamar hotel di Lombok, NTB pada Sabtu (15/12).
Subri dan kawan-kawan selaku penerima hadiah dikenakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 dan pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang no 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Subri saat ini sudah diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Kajari Praya.
Ia diduga menerima suap untuk pengurusan perkara tindak pidana umum pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Lombok Tengah dengan tersangka dalam perkara kasus tersebut bernama Sugiharta alias Along.
Sengketa tanah tersebut melibatkan perusahaan Bambang Soeharto, PT Pantai Aan yang mengklaim memiliki lahan seluas 4,3 hektare di Desa Selong Belanak, Praya Barat, Lombok Tengah.
Lusita disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yaitu sebagai pemberi suap dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun kurungan.
Keduanya saat ini ditahan di rumah tahanan KPK selama 20 hari pertama.
(D017)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014