"Ini merupakan harga tertinggi dalam tahun ini karena permintaan pasar dalam dan luar negeri terus meningkat, sementara pasokan lada petani kurang," ujar Ellan, pedagang pengumpul di Pangkalpinang.
Ia menjelaskan, saat ini petani belum berminat menjual hasil perkebunan mereka karena harga karet juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari Rp7.000 menjadi Rp9.500 per kilogram.
"Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari petani mengandalkan hasil penjualan karetnya, sementara hasil panen lada putih disimpan sebagai tabungannya," ujarnya.
Ia mengatakan, kenaikan harga lada belum mempengaruhi transaksi lada yang masih kurang.
"Dalam sepekan terakhir ini kami hanya mampu mengumpulkan 450 kilogram lada putih dan masih kurang memadai untuk memenuhi permintaan eksportir yang mencapai satu ton per minggu," ujarnya.
Menurut dia, permintaan pasar luar negeri seperti Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa tinggi karena lada putih Babel atau "Muntok white pepper" memiliki cita rasa dan aroma yang khas.
"Dalam beberapa tahun terakhir hasil lada putih Babel mengalami penurunan karena minat petani mengembangkan komoditas ini berkurang dan mereka lebih tertarik mengembangkan komoditas lainnya seperti karet, kakao, atau menambang bijih timah karena lebih mudah dan cepat menghasilkan uang," ujarnya.
Demikian juga Yadi, pedagang lada putih lainnya yang mengatakan kenaikan harga lada putih belum mempengaruhi transaksi yang masih stabil.
"Petani akan berminat menjual hasil ladanya apabila harga karet turun seperti beberapa bulan lalu ketika saat harga karet anjlok hingga Rp2.500 per kilogram yang berdampak transaksi lada putih mengalami peningkatan yang signifikan," katanya.
Pewarta: Aprionis
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014