“Pengawasan ini menjadi hal yang harus diperhatikan. Mengingat tempat penitipan anak seperti daycare ini adalah lembaga non-formal, tapi tetap harus mengikuti pedoman perlindungan pengasuhan anak,” kata Puan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dia juga mendorong agar Pemerintah memperbanyak program pelatihan dan pembinaan kepada pemilik maupun pegawai TPA, khususnya terkait pola pengasuhan hingga layanan dan sarana bagi anak.
"Kami mendorong agar program peningkatan kualitas layanan daycare dioptimalkan dan menjangkau semua daerah. Karena keselamatan anak menjadi prioritas,” ucapnya
Terkait hal itu, dia menuturkan bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah menginisiasi standardisasi dan sertifikasi lembaga layanan peningkatan kualitas anak di bidang pemenuhan hak anak atas pengasuhan dan lingkungan guna memastikan terciptanya TPA atau daycare ramah anak berstandar nasional Indonesia (SNI).
“Sosialisasikan dan beri edukasi kepada masyarakat mengenai daycare ramah anak, sehingga orangtua bisa memilih tempat paling aman dan nyaman untuk menitipkan anaknya,” ujarnya.
Dia mengatakan dengan memastikan daycare ramah anak maka orangtua akan merasa aman dan nyaman saat harus menitipkan anak-anaknya.
Menurut dia, daycare sendiri adalah solusi atas kebutuhan pemenuhan hak anak terhadap pengasuhan ketika anak sedang tidak bersama orangtua atau keluarga, khususnya bagi anak yang ayah dan ibunya bekerja.
“Dan tidak ada yang salah dengan orangtua yang menitipkan anak ke TPA atau daycare karena setiap kebutuhan orang berbeda-beda. Tidak perlu ada judgment dalam hal ini. Kasus kekerasan oleh oknum bukan karena kesalahan orangtua menitipkan anak di daycare,” katanya.
Dia pun mendorong penyediaan TPA di berbagai fasilitas umum, maupun perusahaan dan instansi negara, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.
Pasal 30 UU KIA menyebutkan bahwa pemberi kerja atau tempat kerja harus memberikan dukungan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana seperti fasilitas pelayanan kesehatan; penyediaan ruang laktasi; dan tempat penitipan anak.
"DPR menginisiasi UU KIA dengan harapan perkembangan anak tetap terjamin saat ibu bekerja, dan untuk mencapai ini tentunya diperlukan dukungan dari lingkungan kerja dan lingkungan sosial,” tuturnya.
Namun jika tempat kerja tidak memiliki fasilitas TPA, maka Puan mengimbau orangtua untuk melakukan riset mendalam sebelum memutuskan menitipkan anak di daycare yang dikehendaki.
“Kita ingin anak-anak yang merupakan generasi harapan bangsa memiliki tumbuh kembang yang baik agar dapat menjadi generasi emas. Semua anak Indonesia harus tumbuh dengan sehat dan bahagia, serta terbebas dari kekerasan,” kata dia.
Sebelumnya beredar video viral yang diunggah oleh akun instagram @komisi.co yang memperlihatkan seorang pemilik daycare di Depok sekaligus parenting influencer berinisial MI melakukan pemukulan terhadap balita yang mengakibatkan korban alami trauma dan luka memar pada dada dan punggung.
Orangtua korban telah membuat laporan ke Polres Metro Depok, serta mengadukan kasus penganiayaan anaknya tersebut ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Pihak Kepolisian Resor Metro Depok pun telah melakukan penangkapan terhadap tersangka berinisial MI di rumahnya di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pada Rabu (31/7) malam.
Baca juga: KPPPA koordinasi Polrestro Depok terkait kekerasan anak di "daycare"
Baca juga: Polisi tangkap pemilik penitipan anak yang aniaya balita di Depok
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024