Washington (ANTARA) - Amerika Serikat akan menghentikan bantuan sebesar 95 juta dolar AS (Rp1,54 triliun) kepada Georgia karena hubungan antara kedua negara masih tegang sehubungan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) “pengaruh asing” yang kontroversial.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam sebuah pernyataan pada Rabu (31/7) mengatakan bahwa pihaknya melakukan peninjauan menyeluruh atas kerja sama bilateral antara Amerika Serikat dan Georgia pada 23 Mei pada 23 Mei, setelah tindakan antidemokrasi oleh pemerintah Georgia.

“Sebagai hasil dari peninjauan tersebut, Amerika Serikat menghentikan sementara lebih dari 95 juta dolar AS bantuan yang secara langsung menguntungkan Pemerintah Georgia," katanya.

Blinken menjelaskan tindakan Georgia tidak sesuai dengan norma keanggotaan di Uni Eropa dan NATO, tetapi AS akan terus memberikan bantuan kepada program dan kegiatan yang menguntungkan rakyat Georgia dengan memperkuat demokrasi, supremasi hukum, media independen, dan pembangunan ekonomi.

Penghentian bantuan tersebut terjadi setelah AS mengumumkan pada awal Juli untuk menunda tanpa batas waktu latihan militer di Georgia yang akan dimulai akhir bulan ini karena Washington memulai peninjauan komprehensif atas hubungan bilateral AS-Georgia.

Sebelumnya pada Juni, Departemen Luar Negeri AS juga memberlakukan pembatasan visa pada puluhan pejabat Georgia sebagai tanggapan atas pemberlakuan undang-undang “agen asing” setelah anggota parlemen memilih untuk mengesampingkan veto presiden.

Undang-undang yang kontroversial itu mengharuskan organisasi, termasuk media, yang menerima lebih dari 20 persen pendanaan dari luar negeri untuk mendaftarkannya ke negara. Undang-undang tersebut juga mengharuskan untuk menerbitkan laporan keuangan tahunan.

Undang-undang itu pertama kali diperkenalkan pada tahun 2023 tetapi ditangguhkan setelah memicu protes massa yang mengakibatkan 66 penangkapan dan cedera pada lebih dari 50 petugas penegak hukum.

Namun, pada April lalu, undang-undang tersebut diperkenalkan kembali ke parlemen dan kembali memicu protes.

Para kritikus mengatakan undang-undang tersebut akan merusak demokrasi, menyebutnya sebagai "undang-undang Rusia," tetapi anggota mayoritas yang berkuasa berpendapat undang-undang tersebut akan meningkatkan transparansi.

Sumber : Anadolu

Baca juga: Dubes Uni Eropa: integrasi Georgia ke Uni Eropa ditangguhkan
Baca juga: Georgia: kemenangan Trump di Pilpres akhiri perang Ukraina lebih cepat
Baca juga: Presiden Georgia akan banding undang-undang agen asing ke pengadilan


Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024