Medan (ANTARA) - Sejak digelar pertama kali tahun 2015, semangat yang dibawa turnamen pramusim sepak bola nasional Piala Presiden tetap sama yaitu membentuk dan membangkitkan ekosistem industri sepak bola Indonesia yang modern.

Pada perhelatan keenam, tepatnya Piala Presiden 2024, motivasi tersebut tidak luntur. Salah satu upayanya, tampak dari biaya pelaksanaannya yang bersih dari APBN, APBD maupun dana BUMN. Semuanya murni dari pihak swasta.

Kemudian, transparansi dikedepankan. Audit kegiatan ditegakkan dengan menggandeng pihak internasional ternama, PricewaterhouseCoopers (PWC).

Pembiayaan dan pertanggungjawaban menjadi yang utama, tetapi industri sepak bola modern tentu bukan hanya terkait dua hal itu.

Sekolah bisnis dari institusi Liga Spanyol, LaLiga Business School, menyatakan, industri sepak bola semestinya berdampak pada tiga hal.  Pertama, sepak bola itu sendiri, kedua, ekonomi, dan ketiga, sosial.

Piala Presiden, dalam pelaksanaannya, juga mengarahkan "perahu"-nya ke arah sana. Aspek sepak bola, perputaran ekonomi dan sosial termasuk melalui pemberdayaan UMKM masyarakat.

Dari sisi keolahragaannya, Piala Presiden 2024 digelar untuk mempersiapkan tim-tim peserta menuju Liga 1 Indonesia 2024-2025. Bukan cuma itu, kompetisi tersebut juga mengasah kemampuan pemain muda dan personel tim nasional (timnas) Indonesia.

Piala Presiden menjadi kesempatan pula untuk mengasah berjalannya beberapa regulasi baru untuk liga. Di Piala Presiden 2024, misalnya, ditetapkan aturan penggunaan delapan pemain asing, wajib menurunkan pemain timnas Indonesia dan pemain U-22 serta penggunaan asisten wasit video (video assistant referee/VAR).

Di Liga 1 Indonesia 2023-2024, VAR baru digunakan di Seri Championship, belum di masa reguler.


Baca juga: Arema FC siap kalahkan Borneo FC pada final Piala Presiden
Baca juga: Hadiah Piala Presiden naik 10 persen




Halaman berikut: Dimensi ekonomi dalam Piala Presiden

Copyright © ANTARA 2024