Annual Members Survey untuk menganalisa perkembangan dan potensi industri financial technology (fintech) di Indonesia.
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) meluncurkan AFTECH Annual Members Survey (AMS) 2024 bertemakan “Indonesia’s Fintech Resurgence: A New Wave of Innovations and Possibilities” di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu.

“Sejak tahun 2017, Aftech secara reguler meluncurkan Annual Members Survey untuk menganalisa perkembangan dan potensi industri financial technology (fintech) di Indonesia. Laporan ini merupakan realisasi salah satu pilar Aftech, yaitu edukasi dan literasi keuangan digital,” ujar Sekretaris Jenderal Aftech Budi Gandasoebrata.

Dalam laporan tersebut, lanskap industri fintech di Indonesia disebut terus menunjukkan perkembangan dinamis.

Pasca tech winter (berjatuhnya perusahaan-perusahaan teknologi dan rintisan akibat penurunan kinerja serta minat investor), industri fintech dihadapkan pada tantangan volatilitas perekonomian global.

Namun, inovasi fintech dinyatakan tetap berkembang berkat fasilitasi regulasi, kolaborasi, penerapan prinsip tata kelola, adopsi teknologi terkini, serta kesadaran terhadap Environment, Social, and Governance (ESG).

AMS 2024 mencatat mayoritas perusahaan fintech masih dalam tahap pertumbuhan. Rentang operasional usaha fintech didominasi perusahaan di bawah 10 tahun, dengan 59,5 persen perusahaan berusia 6-10 tahun dan 26 persen baru beroperasi dalam kurun kurang dari 5 tahun.

Pada sisi tenaga kerja, industri fintech didominasi perusahaan dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 50 orang dengan pekerja antara 10-50 orang mencapai 43,5 persen dan kurang dari 10 orang sebanyak 11,6 persen.
Baca juga: AFTECH minta perusahaan "fintech" turut mengedepankan "social impact"
Baca juga: AFTECH sebut "fintech" beri pembiayaan lebih mudah dan cepat bagi UMKM


Lebih lanjut, pertumbuhan fintech terlihat dari tahapan pendanaan dan kinerja keuangan di sektor tersebut.

Pendanaan mandiri (bootstrapping) mendominasi 46,6 persen, diikuti pre-seed dan seed yang secara akumulatif mencapai 22,9 persen. Tercatat, 50,3 persen responden melaporkan nilai transaksi Rp5-500 miliar per tahun dan 23,7 persen memiliki transaksi kurang dari Rp5 miliar per tahun.

Peran fintech dalam inklusi keuangan terlihat dari demografi pengguna yang mayoritas berusia muda dan berpenghasilan menengah ke bawah. Pengguna utama fintech adalah individu sebanyak 45 persen serta usaha mikro kecil menengah (UMKM) 24,4 persen.

Berdasarkan usia, pangsa pasar didominasi kelompok usia 25-35 tahun sebanyak 55,7 persen dan rentang 18-25 tahun 13 persen. Konsumen dengan penghasilan Rp5-10 juta tercatat 38,2 persen, diikuti kelompok Rp2,5-5 juta sebesar 19,1 persen.

Kerja sama dengan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lain dan pemerintah dianggap menjadi upaya industri fintech dalam mengembangkan usaha, sekaligus meningkatkan inklusi dan literasi keuangan. Sebanyak 89,3 persen responden melakukan kemitraan untuk meningkatkan pertumbuhan dan inovasi, kerja sama dengan bank 66 persen, dan pemerintah 35 persen.

Industri fintech sepakat menilai kerangka regulasi yang berjalan saat ini turut mendukung inovasi dengan persentase 89,3 persen, mendukung investasi 81 persen, dan secara spesifik mendukung pertumbuhan industri fintech 86,9 persen.

Kendati demikian, responden AMS 2024 merasa masih memerlukan dukungan regulasi, khususnya terkait relaksasi bagi investasi fintech dan pemberian insentif bagi investor.

Prinsip Governance, Risk, Compliance (GRC) diterapkan untuk meningkatkan digital trust (kepercayaan digital) dari konsumen dan masyarakat. Hasil survei mengungkapkan 93,9 persen pusat data dari responden telah terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Untuk memitigasi ancaman siber, 93,9 persen responden telah memiliki Disaster Recovery Plan dengan 65,6 persen dapat melakukan pemulihan data kurang dari satu hari.

Perusahaan fintech yang telah memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) tercatat sebanyak 55 persen dengan penggunaan didominasi proses data analytics sebesar 54,2 persen, facial recognition 44,1 persen, serta fraud detection 35,6 persen. Walakin, pemanfaatan teknologi terkini dikatakan masih terkendala regulasi, faktor biaya, serta kesenjangan pemerataan infrastruktur di tanah air.

Terkait kesetaraan gender, tetap menjadi perhatian industri fintech dengan 85 persen responden menyatakan sudah memiliki kebijakan anti diskriminasi dan kebijakan kesempatan kerja yang sama. Selain itu, sebanyak 77 persen dari menilai perusahaan mereka memiliki kebijakan anti kekerasan seksual.

Adapun sorotan kunci terakhir berkaitan dengan kesadaran perusahaan fintech terhadap ESG mulai meningkat, yakni 26,7 persen responden memiliki laporan ESG dan diperkirakan akan terus bertambah karena penerapan prinsip tersebut dinilai meningkatkan keterikatan dengan pekerja, konsumen, dan investor.

Selain ESG, bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar juga diwujudkan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang telah dilaksanakan oleh 39,7 persen responden AMS 2024.

“Harapannya, hasil dari AMS 2024 bisa menjadi insight dan masukan yang berharga bagi pemerintah, regulator, akademisi, lembaga non profit, dan masyarakat umum,” ungkap Budi.

Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) menjadi mitra dalam penyusunan AMS 2024. Total anggota Aftech yang mengisi kuesioner survei berjumlah 131 responden.
Baca juga: Aftech sebut pentingnya cegah judi online di ekosistem fintech
Baca juga: CELIOS: Mayoritas konsumen cek legalitas fintech lewat situs regulator


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024