Jakarta (ANTARA) - Tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Bangka Belitung didakwa melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.

Tiga orang terdakwa itu adalah Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019 Suranto Wibowo, Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021–2024 Amir Syahbana, serta Pelaksana Tugas Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Maret hingga ​​​​Desember 2019 Rusbani alias Bani.

Jaksa Penuntut Umum Ardito Muwardi dalam pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, menduga korupsi dilakukan tiga terdakwa dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan, yang bertujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, suatu korporasi, sehingga merugikan keuangan negara.

"Perbuatan para terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," jelas Ardito.

Baca juga: Kejagung serahkan lagi tiga tersangka korupsi timah ke Kejari Jaksel

JPU menjelaskan Suranto saat menjabat sebagai Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019 menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode 2015–2019 yang isinya tidak benar terhadap lima smelter.

Lima smelter dimaksud, yaitu PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, serta PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.

RKAB tersebut, kata JPU, seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya, akan tetapi RKAB juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

Selain itu, Suranto juga dinilai secara melawan hukum tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kelima perusahaan smelter beserta perusahaan afiliasinya tersebut, yang melakukan kegiatan pertambangan tidak sesuai dengan RKAB yang telah disetujui pada periode 2015–2019.

Baca juga: Kejagung: Sidang perdana tiga terdakwa perkara timah digelar besok

JPU menuturkan perbuatan itu mengakibatkan tidak terlaksananya tata kelola usaha pertambangan yang baik sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

"Karena pada kenyataannya RKAB yang telah disetujui tersebut hanya formalitas untuk mengakomodir pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah," ucap JPU.

Tak hanya itu, JPU menambahkan, Suranto juga telah menerima fasilitas berupa hotel dan transportasi dari PT Stanindo Inti Perkasa.

Sementara itu, JPU menuturkan Bani dan Amir Syahbana disangkakan telah melakukan pembiaran atas kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah yang dilakukan PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, serta PT Sariwiguna Binasentosa.

Kegiatan penambangan itu tidak tertuang dalam RKAB PT Timah maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan-kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.

Baca juga: Kejagung sempurnakan berkas empat tersangka lain terkait korupsi timah
Baca juga: Barang sitaan korupsi timah, dari mobil mewah hingga dolar AS
Baca juga: Kejagung: Kementerian ESDM ragu terbitkan RKAB tambang timah

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024