mereka dengan faktor risiko ini menjalani pemeriksaan pencitraan dengan dosis radiasi lebih rendahJakarta (ANTARA) - Dokter spesialis paru mengingatkan paparan polusi udara yang berlangsung secara terus menerus bisa menyebabkan masalah pada organ paru termasuk potensi kanker paru.
"Kualitas udara yang tidak sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya berbagai masalah atau penyakit yang bisa terjadi pada paru. Ada individu yang dengan kualitas udara tidak bagus selama bertahun-tahun sudah cukup menjadi satu faktor risiko yang memiliki kaitan erat dengan kejadian kanker paru," kata dr. Wily Pandu Ariawan, Sp. P.K.R, Subsp. Onk.T. (K) dalam acara daring, Rabu.
Menurut Wily, selain kualitas udara tak sehat atau polusi udara, paparan asap rokok, gaya hidup tak sehat, berada di lingkungan kerja yang bersinggungan dengan zat bersifat karsinogenik, mengalami stres tinggi terus menerus juga menjadi faktor risiko lainnya masalah pada paru termasuk kanker paru.
Oleh karena itu, dia menyarankan mereka dengan faktor risiko ini menjalani pemeriksaan pencitraan dengan dosis radiasi lebih rendah (low dose ct-scan) untuk mendeteksi dini kanker paru.
"Yang perlu dilakukan skrining, usia 45 tahun masih merokok atau berhenti merokok kurang dari 15 tahun, atau ada orang yang batuk lama tapi usianya 45 tahun, perokok aktif, perokok pasif, gaya hidup tak sehat," jelas dia.
Adapun kanker paru terjadi akibat perubahan sifat genetik dari sel-sel di epitel saluran napas. Kondisi ini berkaitan dengan paparan langsung dengan zat-zat bersifat karsinogenik yang masuk ke saluran napas.
"Zat yang paling erat kaitannya yakni asap rokok, polusi udara," ujar Wily yang berpraktik di Rumah Sakit Pondok Indah - Puri Indah itu.
Di Indonesia, berdasarkan data lobal Burden of Cancer (Globocan) 2020, jumlah kasus baru kanker paru menempati urutan ke-3 (8,8 persen), setelah kanker payudara (16,6 persen), dan kanker serviks (9,2 persen).
Kanker paru dikatakan merupakan jenis kanker yang paling banyak yang terjadi pada laki-laki (14,1 persen).
Sementara itu, kualitas udara kota Jakarta berada dalam kategori tidak sehat setidaknya sejak Senin (29/7) merujuk laman IQAir. Pada Rabu ini, IQAir mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 167 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 78 mikrogram per meter kubik atau 15,6 kali lebih tinggi nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Adapun PM 2,5 merupakan partikel berukuran lebih lebih kecil 2,5 mikron (mikrometer) yang ditemukan di udara termasuk debu, asap dan jelaga. Paparan partikel ini dalam jangka panjang dikaitkan dengan kematian dini, terutama pada orang yang memiliki penyakit jantung atau paru-paru kronis.
Baca juga: Jakbar sasar lahan fasos dan fasum untuk ditanami pohon pelindung
Baca juga: Anggota DPRD DKI minta uji emisi harus masif agar efektif atasi polusi
Baca juga: Sudin LH Jaksel uji emisi 1.006 kendaraan bermotor hingga Juni 2024
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024