Remaja yang mengkonsumsi tablet tambah darah juga hanya satu persen, ini perlu menjadi perhatian, karena anak yang lahir dari ibu anemia berisiko menderita stunting
Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Irma Ardiana menyebutkan, 78 persen balita sudah mengkonsumsi makanan pendamping ASI (MPASI) dengan protein hewani.

“Untuk postnatal (pascapersalinan) sebesar 55,8 persen balita telah ditimbang lebih dari delapan kali, 85 persen balita diukur tinggi badan lebih dari dua kali, 78 persen balita sudah mengkonsumsi makanan pendamping ASI (MPASI) sumber hewani,” ujar Irma di Jakarta, Rabu.

Baca juga: BKKBN laporkan capaian pengukuran balita serentak, atasi stunting

Ia menyampaikan hal tersebut dalam acara lokakarya peninjauan pelaksanaan program Partnership to accelerate stunting reduction in Indonesia (Pasti), sebuah program kemitraan BKKBN bersama Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), Tanoto Foundation, Amman, BCA, dan Yayasan Bakti Barito yang diimplementasikan oleh Wahana Visi Indonesia sebagai mitra pelaksana utama.

Namun, Irma mengingatkan, para kader posyandu mesti memperhatikan pelayanan yang diberikan karena sebesar 7,4 persen balita masih menderita diare dan 34,2 persen menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Sedangkan cakupan balita usia 12-23 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap (IDL) masih 35,8 persen, dan cakupan balita usia 24-35 bulan yang mendapatkan imunisasi lanjutan masih sebesar 42 persen.

“Cakupan tersebut masih belum memuaskan karena masih banyak orang tua yang lupa membawa anaknya imunisasi, tidak terjangkau, vaksin tidak tersedia, balita mengalami kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI), atau tidak disetujui,” tuturnya.

Ia juga menyoroti sebab imunisasi dasar lengkap belum tercapai salah satunya masih ada stigma imunisasi dapat menyebabkan anak sakit.

Baca juga: RSUD Haji Makassar raih penghargaan Kemenpan RB

Irma juga menegaskan, para kader juga mesti memastikan aktivasi dan kunjungan ke posyandu atau bina keluarga balita (BKB), di mana berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kementerian Kesehatan tahun 2023, di tingkat prenatal (prapersalinan), persentase ibu hamil yang minum tablet tambah darah masih 44,2 persen dan ibu hamil kurang energi kronis (KEK) sebesar 17 persen.

“Selain itu, remaja yang mengkonsumsi tablet tambah darah juga hanya satu persen, ini perlu menjadi perhatian, karena anak yang lahir dari ibu anemia berisiko menderita stunting,” ucapnya.

Ia juga menekankan pentingnya meningkatkan pengetahuan dan kualitas kader untuk memberi edukasi kepada para keluarga tentang bahaya stunting.

Program Pasti mendukung BKKBN dalam percepatan penurunan stunting di empat provinsi di Indonesia hingga 2027 melalui berbagai pendekatan di berbagai tingkat mulai dari remaja, calon pengantin, keluarga, hingga pemangku kepentingan terkait.

Hingga Juni 2024, Pasti telah melakukan implementasi di empat provinsi, 14 kabupaten, 44 kecamatan, dan 547 desa. PASTI telah melakukan kampanye perubahan perilaku bagi 2.354 orang tua atau pengasuh anak usia di bawah dua tahun (baduta), dan melaksanakan program pos gizi Dapur sehat atasi stunting (Dashat) bagi 2.476 bayi di bawah dua tahun (baduta) berisiko stunting.

Baca juga: Kemenkominfo apresiasi Pemkab Mabar gandeng tokoh agama cegah stunting

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024