Jakarta (ANTARA) - Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam yang didirikan oleh para tokoh ulama dan memiliki peran besar di Indonesia yang sudah berdiri sejak 31 Januari 1926. NU sebagai organisasi yang aktif tidak hanya dalam bidang keagamaan, namun juga dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial.
Kehadiran organisasi ini merupakan berlakunya ajaran Islam yang menganut paham ahlussunnah wal jamaah (aswaja) untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.
Lantas, siapakah tokoh pendiri NU yang memiliki peran besar dalam perkembangan organisasi ini? melansir dari laman resmi NU Online, berikut tokoh pendiri NU:
1. Syaikhona Kholil Bangkalan
Syaikhona Kholil Bangkalan memiliki peran sebagai pemberi restu. Dalam tubuh NU, peran Kiai Kholil akan selalu dibutuhkan, yakni seorang kiai yang menjadi tokoh spiritual pemberi restu di belakang segala macam aktivitas NU.
Syaikhona Kholil termasuk salah satu gurunya para Kiai se Jawa dan Madura bahkan seluruh Indonesia. Adapan murid-muridnya yang pernah berguru dengan beliau, diantaranya KH. Hasyim Asy’ari pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Meskipun Kiai Kholil tidak pernah masuk dalam struktural NU, tetapi semua tokoh NU mengetahui terhadap sumbangsih Kiai Kholil atas berdirinya organisasi NU. Jadi posisi Kiai Kholil dalam sejarah proses berdirinya Nahdlatul Ulama adalah inspirator.
2. KH Hasyim Asy’ari
KH Hasyim Asy'ari merupakan pemimpin tertinggi pertama NU sebagai Rais Akbar. Beliau memiliki peran sebagai pengetuk palu berkumpulnya jamiyah dan jamaah, merupakan sosok yang disegani karena keilmuan dan kewibawaanya.
KH. Hasyim Asy'ari menegaskan prisip dasar orgasnisai NU, dengan merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.
Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Selain itu, KH Hasyim juga memiliki kontribusi bagi perkembangan Islam di Nusantara. Beliau mendirikan Pesantren Tebuireng pada 1899 M, dan hampir sebagian besar pesantren di Jawa dan Sumatera lahir dari Pesantren Tebuireng.
3. KH Abdul Wahab Chasbullah
KH Abdul Wahab Chasbullah yang menjadi penggerak roda organisasi NU. Beliau merupakan sosok yang juga disegani karena kedalaman ilmunya dan luwes dalam bersikap.
Sebelum NU, KH Abdul Wahab Chasbullah mendirikan beberapa organisasi seperti Nahdlatul Wathan, Tashwirul Afkar, dan Nahdlatut Tujjar. Kiai Wahab merupakan Rais Aam kedua atau pemimpin kedua di NU.
Karena kemampuan menyampaikan dan meyakinkan dalam pergerakannya membesarkan NU, Kiai Wahab merupakan pendiri NU yang getol menghadiri muktamar NU di daerah-daerah.
Setelah beberapa tahun NU berdiri dan memiliki cabang di berbagai wilayah, Kiai Wahab kemudian menginisiasi sebuah federasi berbagai organisasi Islam, dari sini terlihat bahwa NU merupakan inisiator dan punya tekad untuk bersatu.
Kiai Wahab kemudian mengundang Mas Mansur (Muhammadiyah) Wondoamiseno (PSII) untuk membentuk Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Inilah salah satu babak baru perjuangan Kiai Wahab melalui NU untuk bekerja sama dengan seluruh elemen umat Islam dalam menentukan arah perjuangan. Masa kemerdekaan, saat Kiai Wahab jadi Rais Aam, NU menjadi inisiator Liga Muslim Indonesia.
4. KH Bisri Syansuri
KH Bisri Syansuri merupakan Rais Aam ketiga atau termasuk tiga pemimpin di NU. Beliau merupakan sosok yang disegani karena bersikukuh pada aturan fikih.
Beliau juga pernah menjabat sebagai Wakil Rais Aam. Kiai Bisri tercatat sebagai salah satu tokoh pendiri NU yang menguasai ilmu fikih. Beliau belajar kepada Kiai Abdus Salam, seorang ahli dan hafal Al-Qur’an dan juga ahli dalam bidang fikih. Melalui ajaran gurunya, Kiai Bisri mampu mendalami sejumlah ilmu, mulai dari ilmu nahwu, sharraf, fikih, tasawwuf, tafsir, dan hadits.
Beliau juga merupakan murid Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Peran Kiai Bisri terhadap perkembangan NU tidak hanya seputar keilmuan fikih saja, namun juga menjadi inisiator pendirian pesantren perempuan pertama. Kiai Bisri pendiri Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif, atau lebih dikenal dengan Pondok Denanyar Jombang, sepulangnya menimba ilmu di Makkah.
Di pesantren yang didirikannya, beliau sebagai ulama pertama yang membuka kelas khusus santri perempuan. Kelas ini awalnya diisi oleh santri-santri perempuan di lingkungan pesantrennya, hingga akhirnya berkembang besar.
5. KH Raden As’ad Syamsul Arifin
KH Raden As’ad Syamsul Arifin menjadi simbol kepatuhan santri pada kiai. Beliau menjadi wasilah (perantara) ketika Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari meminta restu kepada gurunya, KH Cholil Bangkalan untuk mendirikan jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Dari perannya sebagai wasilah pendirian NU tersebut, Raden As’ad Syamsul Arifin bisa dikatakan sebagai ‘santri khos’ KH Cholil Bangkalan dan KH Hasyim Asy’ari.
Selain itu, Kiai As’ad juga memiliki kedalaman ilmu agama yang mumpuni, mempunyai ilmu kanuragan dan bela diri, serta cukup menguasai ilmu militer. Selain menggerakkan para santri, Kiai As’ad juga cerdik dalam mengomando para bandit agar membantu perjuangan para santri mengawal kemerdekaan Indonesia.
6. KH Mas Alwi bin Abdul Aziz
KH Mas Alwi bin Abdul Aziz merupakan pencetus nama Nahdlatul Ulama. Nama itu bermula dari bertemunya para kiai terkemuka pada 31 Januari 1926.
Dalam pertemuan tersebut, Kiai Mas Alwi mengajukan usul agar jam’iyyah ulama itu diberi nama Nahdlatul Ulama (kebangkitan ulama), yang pengertiannya lebih condong pada gerakan serentak para ulama dalam suatu pengarahan atau gerakan bersama-sama yang terorganisasi.
7. KH Ridwan Abdullah
KH Ridwan Abdullah merupakan sosok yang menciptakan lambang Nahdlatul Ulama (NU) berdasarkan perintah dari KH Hasyim Asy'ari. Kiai Ridwan pun mulai merancang dan membuat lambang NU yang didirikan pada tahun 1926 M itu.
Kiai Ridwan bermunajat kepada Allah SWT melalui istikharah, hasil istikharahnya, ia mendapat isyarat di langit terlihat lambang jagat yang dikelilingi bintang berjumlah sembilan.
Lambang NU diperkenalkan pada Muktamar ke-2, tepatnya dihadapan Muktamirin dan pemerintah Hindia Belanda. Kiai Ridwan menjelaskan makna pada lambang NU, ada 5 bintang berada di atas dengan 1 yang paling besar adalah Nabi Muhammad SAW, yang 4 adalah sahabatnya. Di bawah tulisan terdapat 4 bintang yang melambangkan 4 mazhab. Kalau dijumlah semuanya 9 bintang yang melambangkan wali songo.
Tali yang melingkari bola dunia menandakan perlunya persatuan di jalan Allah. Tulisan khat yang melintang di jagat itu ditulis ‘Ain terbuka menunjukkan bahwa ilmu itu selalu terbuka dan ulama harus terbuka terhadap kebenaran dan terus belajar, sajak dari ayunan (bayi) hingga kuburan (wafat), dari Arab ke negeri Cina, agar pikirannya relevan sehingga bisa mendampingi umat. Warna hijau dijadikan dasar bendera yang merupakan warna kesukaan Nabi.
Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024