Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar divonis pidana lima tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan pidana kurungan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.

"Terdakwa Emirsyah Satar telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum," kata Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh pada sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Dengan demikian, Pontoh menyatakan Emirsyah terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain pidana utama, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Emirsyah Satar berupa pembayaran uang pengganti sejumlah 86,36 juta dolar Amerika Serikat yang harus dibayarkan paling lama satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap.

Jika Emirsyah tidak membayar maka harta bendanya akan disita untuk menutupi uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang cukup maka diganti (subsider) dengan pidana penjara selama dua tahun.

"Terdakwa juga dibebani biaya perkara Rp7.500," ucap Hakim Pontoh menambahkan.

Baca juga: Emirsyah Satar dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar

Pontoh menjelaskan dalam memberikan putusan, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan.

Hal yang memberatkan vonis, yakni Emirsyah sebagai salah satu direktur utama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak berupaya mewujudkan pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Sementara beberapa hal yang meringankan, yaitu Emirsyah sedang menjalani pidana penjara dalam kasus tindak pidana korupsi lainnya serta bersikap sopan selama di persidangan sepanjang pengamatan majelis hakim.

"Berdasarkan hal yang memberatkan dan meringankan yang ada pada diri terdakwa, maka majelis hakim menilai putusan kiranya sudah memenuhi rasa keadilan yang ada dalam masyarakat," tutur Pontoh.

Baca juga: Emirsyah klaim tak ada kerugian negara saat pengadaan pesawat Garuda

Vonis yang dijatuhkan kepada Emirsyah lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan. Namun, pembayaran uang pengganti yang dikenakan kepada mantan Dirut Garuda Indonesia itu sama dengan tuntutan jaksa.

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia, Emirsyah didakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara pada Garuda Indonesia dengan jumlah total 609,81 juta dolar AS.

Ini bukan kali pertama Emirsyah diadili di meja hijau. Sebelumnya, Emirsyah juga telah divonis dalam perkara berbeda.

Pada 8 Mei 2020, Dirut PT Garuda Indonesia 2005–2014 itu divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan serta dihukum membayar uang pengganti sebesar 2,11 juta dolar Singapura.

Vonis tersebut sebagai akibat Emirsyah yang telah terbukti menerima suap senilai Rp49,3 miliar dan melakukan pencucian uang sebesar Rp87,464 miliar.

Baca juga: Emirsyah Satar bantah pernah intervensi pengadaan pesawat Garuda
Baca juga: Mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar divonis 8 tahun penjara
Baca juga: Jaksa Penuntut Umum tegaskan kasus Emirsyah Satar bukan pengulangan

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024