Seluruh pelajar mengenakan busana adat khas Bali mengikuti seluruh rangkaian ritual secara khidmat dan pada hari yang istimewa, yang berlangsung sejak pagi hingga siang.
Mereka pada hari Saraswati itu tidak mengikuti proses belajar mengajar seperti hari biasa, kecuali hanya mengikuti persembahyangan, setelah itu dibolehkan pulang ke rumahnya masing-masing.
Namun sejumlah siswa SMP, SMA dan sekolah menengah kejuruan (SMK) seusai mengikuti kegiatan ritual di sekolahnya, selanjutnya melakukan persembahyangan yang sama di Pura Agung Jagatnata, jantung kota Denpasar.
Mereka berbaur dengan umat Hindu mengikuti persembahyangan di Pura Agung Jagatnata secara khidmat dan khusuk. Persembahyangan tersebut diiringi pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (Kekidung) serta alunan instrumen gamelan, salah satu jenis kesenian tradisional Bali.
Hari Saraswati jatuh setiap 210 hari sekali, dirayakan dengan mempersembahkan "bebantenan", rangkaian janur sebagai lambang baktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Indonesia Neger (IHDN) Denpasar Dr I Ketut Sumadi menjelaskan, Dewi Saraswati yang dipuja pada perayaan tersebut merupakan lambang ilmu pengetahuan yang diibarat seorang "wanita cantik" berwibawa yang penuh arti simpati.
Dewi Saraswati memiliki empat tangan masing-masing memegang keropak yang melambangkan usaha mendalami ilmu pengetahuan, bunga teratai (lambang kesucian), genitri (belajar seumur hidup) serta alat musik (ilmu pengetahuan yang indah dan berirama).
Ilmu pengetahuan itu diibaratkan air jernih terus mengalir yang tidak terbendung. Jika ada orang setelah belajar menjadi merasa pintar, dan berhenti belajar, padahal masih banyak yang harus dipelajari dan menyerahkan ilmu yang dimiliki kepada Dewi Saraswati agar pemiliknya menjadi penuh wibawa, jauh dari keegoisan dan kesombongan.
Oleh sebab itu sebagian besar sekolah dari berbagai jenjang pendidikan di Bali membangun patung Dewi Saraswati di halaman sekolahnya masing-masing sebagai lambang dari ilmu pengetahuan dan teknologi, tutur Ketut Sumadi.
Pewarta: IK Sutika
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014