Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM Dhahana Putra menyampaikan bahwa pengesahan Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM) ke dalam kerangka regulasi nasional merupakan tonggak penting dalam perlindungan dan penghormatan HAM pada sektor bisnis di Tanah Air.

“Stranas BHAM ini bertujuan untuk mendorong terciptanya praktik bisnis yang ramah HAM dan mengedepankan prinsip prinsip nondiskriminasi, kesetaraan, partisipasi, akuntabilitas, dan keterbukaan,” kata Dhahana saat membuka Rapat Koordinasi Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM) di Jakarta, Rabu.

Selain itu, dia menjelaskan Stranas BHAM memuat tiga strategi utama, yaitu peningkatan pemahaman dan kapasitas, pengembangan regulasi dan kebijakan, serta penguatan mekanisme pemulihan bagi korban.

“Stranas BHAM merupakan dokumen yang bersifat holistik dan komprehensif, tidak hanya fokus pada aspek perlindungan HAM tetapi juga mencakup aspek pembangunan ekonomi, lingkungan, dan tata kelola yang baik,” ujarnya.

Dhahana menilai penerapan HAM di dalam dunia bisnis akan berdampak positif bagi dunia usaha di tanah air. Pasalnya, perkembangan pasar global ke depan akan semakin mendesak negara-negara untuk menerapkan HAM dalam tata kelola bisnis.

Salah satu contohnya seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia dalam mengekspor sawit ke Eropa.

“Karena itu, kami meyakini bahwa penerapan bisnis dan HAM yang kita dorong melalui Stranas BHAM ini sejatinya tidak memberatkan dunia usaha tetapi justru sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing produk produk kita di pasar global,” jelas Dhahana.

Lebih lanjut, dirinya juga menjelaskan tugas penting GTN BHAM dalam mendorong implementasi Stranas BHAM. Menurutnya, GTN BHAM memiliki tugas mulai dari pengusulan rancangan Aksi Bisnis dan HAM, koordinasi dan penyelarasan pelaksanaan Stranas BHAM di level nasional dan daerah, hingga pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.

“Pada tahun ini, pelaksanaan Aksi Bisnis dan HAM tidak hanya kepada Menteri, namun juga akan akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden,” ucapnya.

Kemudian, Ia juga menyoroti pengembangan Aplikasi Penilaian Resiko Hak Asasi Manusia (PRISMA). PRISMA dirancang untuk membantu perusahaan dalam mengidentifikasi risiko dampak hak asasi manusia dalam aktivitas bisnis.

“Saat ini, 238 perusahaan telah memiliki akun PRISMA, dengan 31 di antaranya telah mencapai kategori hijau,” tambah Dhahana.

Ia mengajak seluruh Anggota GTN BHAM berkomitmen dalam pelaporan Aksi Bisnis dan HAM serta mendorong dunia usaha untuk melakukan self-assesement melalui aplikasi PRISMA.

“Mari kita berupaya untuk mencapai target capaian yang telah ditetapkan di dalam Stranas BHAM dan mewujudkan Iklim bisnis di Indonesia yang lebih berperspektif HAM,” pungkasnya.

Sebagai informasi, rapat koordinasi ini selain dihadiri oleh Kementerian dan Lembaga yang menjadi bagian dari GTN BHAM juga diikuti oleh kantor wilayah KemenkumHAM se-Indonesia dan perwakilan dari dunia bisnis.

Baca juga: Menkumham: Stranas Bisnis dan HAM jawab tantangan global

Baca juga: Menkopolhukam kukuhkan Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024