Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI menyoroti risiko bencana yang tinggi di wilayah Indonesia dapat menjadi hambatan dalam pembangunan ekonomi di negara ini.

"Setiap tahun, bencana alam menghancurkan nilai aset hingga ratusan miliar dolar AS secara global, dengan dampak yang lebih parah bagi negara berkembang seperti Indonesia," kata Kepala Pusat Riset Koperasi, Korporasi, dan Ekonomi Kerakyatan BRIN Irwanda Wisnu Wardhana melalui keterangan di Jakarta, Rabu.

Irwanda menyebutkan anggaran yang terbatas mengharuskan Pemerintah Indonesia untuk tidak hanya membangun infrastruktur baru seperti sekolah, jembatan, dan bandara, tetapi juga menangani rekonstruksi pascabencana.

Contohnya, kata dia, terdapat pada bencana gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat beberapa tahun yang lalu. Ia menemukan sekitar 70 persen pengungsi berasal dari kelompok rentan yang kesulitan membayar biaya rekonstruksi rumah.

Untuk itu, ia menyatakan pihaknya tengah melakukan studi multiyears untuk menemukan solusi, seperti dengan mengembangkan atau mengusulkan lembaga khusus untuk menangani pembiayaan risiko bencana.

"Kita sedang melakukan studi multiyears, dan sekarang kita sudah memasuki tahun kedua, mudah-mudahan bisa melanjutkan sampai lima tahun itu, dan juga kita sedang mengembangkan atau mengusulkan semacam lembaga untuk menanganinya," ujarnya.

Lebih lanjut, Irwanda mengemukakan delapan rekomendasi utama yang telah disusun untuk meningkatkan peran pembiayaan risiko bencana di Indonesia. Pertama, yaitu mengembangkan kemitraan swasta-pemerintah untuk mendidik masyarakat tentang nilai asuransi melalui kerja sama antara sektor swasta dan pemerintah dan kedua, mendorong sektor asuransi untuk memperluas produk asuransi liabilitas dan reasuransi.

Ketiga, sambungnya, BRIN mendorong inovasi masyarakat melalui forum rutin antara industri asuransi dan pemerintah, dan keempat agar sebagian dari premi asuransi dimasukkan ke dalam pajak, meskipun ini kontroversial dan memerlukan diskusi lebih lanjut.

"Masyarakat dengan latar belakang sosial ekonomi tinggi tidak mempercayai perusahaan asuransi, sedangkan mereka yang berpendapatan menengah memiliki pengetahuan terbatas tentang asuransi, dan yang berpendapatan rendah tidak mampu membayar premi," jelasnya.

Kelima, Irwanda menekankan agar pemerintah memiliki regulasi pendanaan yang berkesinambungan, dan keenam, dengan menetapkan prasyarat bagi masyarakat sebelum menerima bantuan dari pemerintah sebagai pengaturan kewajiban bersama.

Ketujuh, sambungnya, BRIN mengusulkan untuk mengemas kebijakan yang mendorong keterlibatan masyarakat dalam pencegahan dan mitigasi bencana serta melibatkan tanggung jawab sosial (CSR), serta kedelapan, pihaknya mendorong untuk membuat dana penampung bencana lebih fleksibel dan responsif serta melibatkan perusahaan asuransi lebih aktif.

Melalui wawasan penelitian yang ada, Irwanda berharap rekomendasi kebijakan yang lebih baik bisa disusun untuk pemerintahan mendatang, demi menciptakan sistem pembiayaan risiko bencana yang lebih baik di masa depan.

Baca juga: BRIN dorong riset agroindustri guna dongkrak pertumbuhan ekonomi RI

Baca juga: BRIN susun strategi pembangunan ekonomi Indonesia lewat ACIED 2024

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024