Tasikmalaya (ANTARA) - Sore itu, selepas melakukan aktivitas di ladang, masyarakat adat di Kampung Naga berbondong-bondong mendatangi sebuah balai dari kayu di tengah kampung yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul, musyawarah, termasuk menerima tamu.
Masyarakat adat Kampung Naga tinggal di sebuah lembah, tepatnya di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (Jabar).
Mereka antusias berkumpul sambil duduk secara lesehan menyimak kegiatan sosialisasi tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024. Mereka menyimak tentang berbagai tahapan pilkada dan aturan hak memilih yang disampaikan oleh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jabar.
Sesepuh warga adat Ade Suherlin sudah duduk bersila di depan, berjejer bersama dengan perwakilan dari aparatur pemerintah tingkat kecamatan maupun jajaran dari pejabat KPU Kabupaten Tasikmalaya, dan Provinsi Jabar, menghadap audiens yang sudah duduk lesehan.
Bagi sebagian orang menilai, masyarakat adat Kampung Naga tertutup dari masyarakat luar, karena khawatir adanya pengaruh-pengaruh negatif. Namun ternyata tidak demikian, mereka sama halnya seperti masyarakat biasa, selalu menyambut baik tamu yang hadir di kampung itu.
Kehadiran rombongan penyelenggara pilkada dari KPU Kabupaten Tasikmalaya maupun dari KPU Provinsi Jabar disambut hangat warga adat saat melaksanakan Sosialisasi Pendidikan Pemilih Bersama Masyarakat Adat pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar tahun 2024 di Kampung Naga, Rabu 17 Juli 2024.
Meski harus berjalan kaki menuruni ratusan anak tangga dari area parkir kendaraan, tim dari KPU Jabar maupun Kabupaten Tasikmalaya dan para staf tidak patah semangat. Semua itu untuk menyukseskan sosialisasi agenda besar pemilihan Bupati/Wakil Bupati Tasikmalaya, dan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Jabar pada 27 November 2024 mendatang.
Meski sosialisasi diselenggarakan petang dengan penerangan seadanya, tanpa materi yang ditampilkan dalam power point atau peralatan elektronik lainnya, seperti pengeras suara dan alat peraga digital lainnya, tim dari KPU setempat tetap semangat menyampaikan berbagai materi, juga tentang hak politik warga negara.
Warga adat dari kalangan ibu-ibu dan bapak-bapak beberapa kali menganggukkan kepala dengan pandangan yang fokus tanda menyimak dan memahami apa yang disampaikan oleh pembicara yang duduk bersila dalam pertemuan itu.
Sebagian warga adat lainnya ada juga yang bergegas menyajikan minuman air teh dengan menuangkannya dari teko ke setiap gelas kaca sederhana yang disuguhkan ke masing-masing orang yang berada di dalam balai tersebut.
Acara sosialisasi berlangsung hampir dua jam, pemaparan materi sosialisasi tentang pilkada selesai sebelum hari gelap. Pertemuan itu diakhiri dengan makan bersama dengan menu makanan yang disajikan warga adat secara sederhana.
Kehadiran jajaran KPU itu bagi warga adat merupakan suatu kebanggaan, karena Kampung Naga bukanlah desa, hanya sebuah kampung kecil yang jumlah penduduknya hanya 282 jiwa, namun mendapatkan perhatian dari penyelenggara pilkada untuk memberikan arahan dan bimbingan tentang agenda pesta demokrasi saat ini.
Menurut sesepuh Kampung Naga, Ade Suherlin, meski warga adat tinggal di satu kampung kecil, namun memiliki hak yang sama seperti warga negara lainnya, memiliki hak dan kewajiban sama, salah satunya memberikan hak suara untuk memilih pemimpin. "Kami sekalipun warga adat, kami pun sama sebagai warga negara, di mana hak dan kewajibannnya sama," kata Ade.
Netralitas Kampung Naga
Masyarakat adat Kampung Naga selama ini selalu mendukung dan siap berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan pemerintah, salah satunya pemilihan pemimpin atau kepala daerah.
Warga adat Kampung Naga sejauh ini memegang prinsip tentang menerima apapun yang diperintahkan pemerintah, selama hal itu tidak mengubah adat dan budaya yang diwariskan oleh leluhurnya.
Setiap kegiatan pesta demokrasi baik itu pemilihan presiden, pemilihan legislatif, pemilihan bupati, pemilihan gubernur selalu antusias datang ke tempat pemungutan suara (TPS) yang sudah disediakan di luar kampung adat, bersamaan dengan warga luar kampung pada umumnya.
Selama kegiatan pesta demokrasi di Indonesia, warga adat Kampung Naga selalu berbondong-bondong berjalan kaki menaiki anak tangga menuju TPS untuk menyalurkan hak suaranya. Angka partisipasi di TPS tersebut selalu di atas 90 persen.
TPS itu tidak pernah dibangun di kawasan adat Kampung Naga, begitu juga tidak ada atribut partai politik maupun kandidat dalam setiap pesta demokrasi. Di area itu dipastikan bersih, tidak memihak kepada siapapun yang maju dalam pesta demokrasi tersebut.
Begitu juga dalam Pilkada 2024, setelah ada kandidat, tidak akan ada kampanye dengan memasang spanduk maupun atribut lainnya di Kampung Naga. Kalau pun ada salah satu kandidat yang ingin memasang atribut, maka harus dipasang semuanya.
Warga adat Kampung Naga tidak mau ada atribut kampanye, termasuk atribut gambar peserta yang maju dalam pilkada nanti. Alasan mereka tidak lain hanya untuk menjaga netralitas, kebersamaan, dan nilai-nilai kerukunan.
"Jadi, Kampung Naga ini, seandainya ada beberapa kandidat, itu tidak boleh memasang salah satu kandidat, kecuali (apabila) tiga-tiganya bareng, jadi yang diharapkan itu adalah kerukunan, rasa kebersamaan, nilai-nilai kerukunan yang kami jaga," kata Ade.
Pemimpin amanah
Warga adat Kampung Naga juga memiliki prinsip tidak boleh meminta kepada pemerintah. Apalagi dalam momentum menjelang pilkada ini, pantang untuk meminta.
Apabila ada yang ingin membantu tanpa tujuan lain, selain hanya peduli kepada warga Kampung Naga tidak akan ditolak. Selama bantuan itu tidak mengganggu nilai-nilai adat dan budaya, seperti membangun akses jalan tangga, tidak ditolak. Namun, ada juga bantuan yang ditolak seperti halnya fasilitas jaringan listrik, meskipun itu penting, sampai saat ini tidak boleh ada di Kampung Naga.
Warga adat hanya memiliki harapan bagi siapa saja nanti yang akan menjadi pemenang dalam pilkada harus menjadi pemimpin yang amanah, pemimpin bijaksana, adil dan selalu memberikan perhatian kepada rakyatnya.
Bagi warga adat di Kampung Naga itu ingin pemimpin yang memberikan perhatian, perlindungan, terutama perlindungan dalam melestarikan apa saja yang diwariskan oleh leluhur warga adat agar tetap terjaga meski berada di tengah modernisasi.
"Mudah-mudahan pemimpin sekarang itu amanah, di mana, terutama kami sebagai masyarakat adat, memang perlu juga bukan hanya perhatian, tapi perlindungan, terutama melestarikan apa yang diwariskan oleh nenek moyang kami," katanya.
Pelajaran dari Kampung Naga
Cara warga adat Kampung Naga menyambut pesta demokrasi itu memiliki nilai yang menarik, memiliki prinsip yang tidak juga menolak pengaruh dari luar, seperti halnya memiliki antusias untuk menyalurkan hak suara di setiap pilkada maupun pemilihan umum.
Koordinator Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi Jabar Hedi Ardia yang hadir ke Kampung Naga itu menyampaikan, kegiatan sosialisasi itu sesuai dengan tema pada Pemilihan Gubernur Jabar 2024 yakni sebagai inisiasi budaya demokrasi yang harus diselenggarakan secara berbudaya, transparan, adil, jujur, dan demokratis.
Hedi setelah berada di tengah kampung itu mengapresiasi prinsip warga adat Kampung Naga yang selalu berpartisipasi dalam kegiatan pesta demokrasi, baginya warga adat memiliki keistimewaan karena selama ini selalu memberikan hak suaranya pada setiap momentum pesta demokrasi.
"Kampung Naga salah satu segmen harus kami berikan edukasi, itu sesuai dengan instruksi KPU RI, kami datang ke sini untuk mensosialisasikan, kita berharap betul angka partisipasi pemilih naik, jadi 76 persen," kata Hedi saat kunjungannya ke Kampung Naga.
Kedatangannya ke Kampung Naga itu mendapatkan banyak pesan dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat adat seperti halnya menjaga netralitas, menjaga kerukunan, dan kebersamaan dalam momentum pesta demokrasi, hal itu bisa menjadi contoh bagi masyarakat lainnya tentang perbedaan, juga menghargai tentang proses politik.
Menurutnya masih banyak hal yang harus dicontoh dari kepedulian warga adat Kampung Naga tentang menyambut pesta demokrasi yang tidak hanya menjaga kerukunan dan saling menghargai, tapi juga antusias partisipasi untuk menyalurkan hak suaranya.
Antusias warga adat dalam berpartisipasi menyalurkan hak suaranya patut dicontoh sebagai upaya memilih pemimpin yang berkualitas, pemimpin yang dipilih secara demokratis dari suara banyak rakyat yang tulus, seperti halnya warga adat Kampung Naga, siapapun yang menang, tidak banyak menuntut, kecuali menjadi pemimpin yang amanah.
"Mungkin masyarakat di luar sana bisa belajar dari kampung sini, Kampung Naga, dengan kearifannya, mereka sangat menjunjung tinggi perbedaan, kemudian juga mereka bisa menghargai proses-proses yang dilakukan, termasuk proses politik," kata Hedi.
Semangat warga adat Kampung Naga itu tentunya bisa menjadi penggerak bagi warga lainnya dalam menerapkan budaya leluhur yang memiliki nilai-nilai selaras dengan demokrasi semisal nilai tentang "silih asih, silih asah, dan silih asuh". Artinya, saling menyayangi, belajar, dan peduli.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024