Ada kecenderungan negara-negara di dunia lebih protektif terhadap ekonomi masing-masing, dan hal tersebut merupakan kecenderungan yang merisaukan khususnya bagi kita yang merupakan salah satu negara eksportir,"

Jakarta (ANTARA News) - Meningkatnya kebijakan restriktif yang diterapkan oleh negara-negara anggota World Trade Organization (WTO) mengancam keberlangsungan perdagangan dunia dengan potensi hilangnya nilai perdagangan mencapai 240 miliar dolar Amerika Serikat.

"Ada kecenderungan negara-negara di dunia lebih protektif terhadap ekonomi masing-masing, dan hal tersebut merupakan kecenderungan yang merisaukan khususnya bagi kita yang merupakan salah satu negara eksportir," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi saat ditemui wartawan di Jakarta, Jumat.

Bayu mengatakan, pada tahun 2013, berdasarkan laporan WTO, terjadi peningkatan kebijakan perdagangan yang restriktif, di mana organisasi tersebut mencatat ada sebanyak 407 kebijakan baru yang dibuat, dan diterapkan oleh 130 anggota WTO.

"Jika dinilai dalam nilai perdagangan, 407 kebijakan tersebut berpengaruh terhadap nilai perdagangan dunia sebesar 240 miliar dolar AS," kata Bayu.

Bayu menjelaskan, jika dibandingkan dengan tahun 2012, sebanyak 308 kebijakan restriksi dikeluarkan oleh negara-negara anggota WTO, dan untuk antidumping serta safeguard sebanyak 138 inisisasi, sementara pada 2013 menjadi 217 inisiasi baru.

Di antara restriksi-restriksi tersebut, kata Bayu, yang menonjol adalah peningkatan kebijakan di bidang Sanitary and Phytosanitary (SPS), dan kebijakan Technical Barriers to Trade (TBT).

"Ini menjadi suatu hal yang cukup merisaukan," kata Bayu.

Bayu menjelaskan, jika keadaan tersebut terus bergulir, maka perdagangan dunia akan terhambat dan akan menimbulkan kerugian dikarenakan sumber dari pertumbuhan dan peningkatan pendapatan salah satunya dicapai dengan melakukan perdagangan.

"Jika terus seperti itu, maka nantinya perdagangan dunia akan macet, dan jika macet kita akan rugi, karena sumber dari pertumbuhan atau peningkatan pendapatan itu semua berasal dari perdagangan," kata Bayu.

Bayu menyatakan, memang tidak mudah untuk mengatasi hal tersebut dikarenakan bukan hanya negara-negara seperti Indonesia dan Brazil yang menerapkan kebijakan tersebut, melainkan negara besar seperti Amerika Serikat juga menerapkan kebijakan serupa.

"Saya pikir situasi yang tidak mudah untuk kita hadapi, jika kita bereaksi dengan membuat balasan, maka akan menciptakan suasana dan semangat yang makin lama makin anti perdagangan, ini akan menyulitkan karena kita juga negara eksportir," kata Bayu.

Namun, kata Bayu, langkah untuk mengamankan perdagangan memang akan semakin penting dan semakin menentukan dan pihaknya juga telah mengambil langkah untuk memperkuat pengamanan unit perdagangan seperti yang diamanatkan Undang-Undang Perdagangan. (*)

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014