Kuala Lumpur (ANTARA) - Mantan pekerja migran asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Mariance Kabu (43), mengatakan bahwa keputusan Pengadilan Malaysia pada Selasa bagai pintu yang terbuka bagi dirinya untuk bisa mendapatkan keadilan.
“Hari ini sudah ada pintu yang terbuka, walaupun pintu (itu) cuma kecil, tapi saya merasa pintu itu sangat besar, sangat luas. Kalau orang bilang lubang jarum itu kecil, tapi itu (baginya) sangat luas. Maka itu saya bilang Tuhan sudah buka surga buat saya,” kata Mariance kepada ANTARA di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur usai mengikuti persidangan.
Majelis hakim di Mahkamah Sesyen Ampang, Kuala Lumpur, dalam persidangan memutuskan bahwa penuntut telah berhasil membuktikan perkara prima facie untuk dua dakwaan terhadap mantan majikan Mariance Kabu yakni Ong Su Ping Serene dan Sang Yoke Leng, baik berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Anti Perdagangan Orang dan Anti Penyelundupan Migran (ATIPSOM) maupun Pasal 55e Undang-Undang Keimigrasian 1959/1963.
Sedangkan dakwaan untuk tindakan penyiksaan atau yang menyebabkan kecederaan parah dan percobaan pembunuhan gagal dibuktikan karena tidak adanya saksi maupun alat bukti lain yang dapat dihadirkan dalam persidangan yang memperkuat keterangan Mariance sebagai saksi utama.
Hakim memberikan hak terdakwa untuk melakukan pembelaan pada persidangan selanjutnya sebelum hukuman dijatuhkan.
Pendeta Emmy Sahertian yang ikut mendampingi Mariance selama persidangan, mengatakan hasil persidangan hari ini memang menjadi kemenangan Mariance, namun tetap masih menunggu persidangan berikutnya karena di sana ada hak terdakwa melakukan pembelaan.
Ia mengatakan kasus Mariance menjadi istimewa karena kehadiran negara dapat dirasakan, melalui dukungan penuh Kementerian Luar Negeri dan Duta Besar RI di Malaysia. Itu merupakan indikasi baik bagi mereka di NTT, terlebih ada pernyataan dari pemerintah akan mendukung sampai keluar definitive decision.
“Yang paling bagus di sini adalah bahwa kita didukung oleh negara secara penuh sehingga tidak merasa lemah, karena seolah-olah merasa jalan sendiri,” kata Emmy.
“Karena kita juga berpikir ini adalah sebuah perjuangan nasionalisme bangsa yang mencoba melawan perbudakan modern. Idealismenya di situ dan indikatornya ada,” ujar dia, sembari juga menjelaskan tentang perlunya penyesuaian untuk memahami prosedur hukum di Malaysia yang memang berbeda dengan di tanah air.
Kementerian Luar Negeri telah memfasilitasi kehadiran Meriance Kabu untuk hadir dalam persidangan tersebut. KBRI Kuala Lumpur juga telah menunjuk watching brief lawyer untuk memonitor persidangan, dan diharapkan persidangan kali ini dapat memberikan keadilan bagi Meriance Kabu, kata Direktur Perlidungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Judha Nugraha.
Meriance Kabu adalah Pekerja Migran Indonesia asal NTT yang merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan diduga mengalami penganiayaan berat dari majikan pada 2014. Pada awal persidangan, hakim memutus membebaskan majikan (dismissal not amounting to acquittal/DNNA).
Ia mengatakan berbagai upaya dilakukan untuk membuka kembali kasus itu, termasuk melalui jalur diplomasi bilateral. Kasus itu akhirnya dibuka kembali pada awal tahun 2024.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024