"Jadi saya hendak luruskan, belum ada dan tidak ada yang mengatakan bahwa presiden telah menyetujui untuk ratifikasi daripada FCTC itu," katanya di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan, sampai saat ini Presiden masih mempertimbangkan banyak hal terkait dampak dari meratifikasi konvensi tersebut.
Menurut dia, ratifikasi konvensi tersebut akan berdampak mematikan banyak usaha rokok kretek tembakau di Indonesia karena belum ada kesiapan.
Negara diperkirakan akan kehilangan sekitar Rp110 triliun pendapatan cukai rokok dan Rp150 triliun dari pendapatan pajak, pajak daerah dan lain sebagainya.
Selain itu, jutaan pekerja rokok dan petani tembakau dan cengkih juga akan terkena dampaknya. "Jadi saya kira barangkali kita tidak akan gegabah untuk itu. Jadi saya kira barang kali perlu dipertimbangkan sangat signifikan bagi Indonesia," tukasnya.
Untuk itu, ia mengharapkan agar para petani tembakau dan cengkih tidak perlu khawatir. "Harapan saya petani tembakau atau cengkeh tidak perlu tergesa-gesa khawatir lalu demo - demo. Saya kira Presiden tidak akan gegabah dalam ratifikasi. Akan dilihat semua aspek. Kepentingan ekonomi maupun sosial masyarakat saya kira," tuturnya.
Ia menambahkan, ratifikasi tersebut bisa merugikan Indonesia karena memberikan angin bagi rokok putih yang perusahaannya dimiliki pemodal besar, termasuk asing. Sementara rokok kretek produk Indonesia akan mati. Padahal, rokok putih juga sangat merugikan kesehatan.
"Kalau lihat dari segi kesehatan, toh rokok putih, kalau semuanya ingin, rokok putih harus berhenti juga. Kalau dilihat dari segi kesehatan," ucapnya.
Ia menambahkan, saat ini masih banyak masalah kesehatan yang lebih berbahaya dibandingkan dampak dari rokok yang harus ditangani. "Kan banyak masalah kesehatan yang lebih membunuh saya kira, andai kata contoh seperti penyakit sekarang stroke, saya kira itu juga banyak," tandasnya.
Ia juga menanyakan adakah para kandidat capres yang akan meratifikasi FCTC tersebut. "Coba saya tanya, ada gak capres yang menyatakan akan meratifikasi FCTC? Ada gak? Ga ada," katanya.
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014