Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, mengumumkan telah memberlakukan cegah ke luar negeri terhadap 21 orang terkait dengan penyidikan perkara dugaan korupsi suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur pada tahun anggaran 2019—2022.
"Pada tanggal 26 Juli 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 965 tahun 2024 tentang Larangan Bepergian ke Luar Negeri untuk dan atas Nama 21 Orang," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa.
Tessa menyebutkan ada enam penyelenggara negara yang dicegah, yakni enam anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang berinisial KUS, AI, AS, dan MAH, anggota DPRD Kabupaten Sampang berinisial FA dan anggota DPRD Kabupaten Probolinggo berinisial JJ.
Sebanyak 15 orang lainnya adalah pihak swasta berinisial BW, JPP, HAS, SUK, AR, WK, AJ, MAS, AA, AH, AYM, RYS, MF, AM, dan MM.
"Larangan bepergian ke luar negeri berlaku selama 6 bulan ke depan," ujarnya.
Tim penyidik KPK pada hari Jumat, 12 Juli 2024, mengumumkan telah menetapkan 21 tersangka dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur pada tahun anggaran 2019—2022.
"Mengenai nama tersangka dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka akan disampaikan pada waktunya bilamana penyidikan dianggap cukup," ujarnya.
Juru Bicara KPK berlatar belakang penyidik KPK tersebut menerangkan bahwa penetapan tersangka tersebut berdasarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) yang diterbitkan pada tanggal 5 Juli 2024.
"Penyidikan perkara ini merupakan pengembangan dari perkara OTT (operasi tangkap tangan) yang dilakukan terhadap STPS (Sahat Tua P. Simanjuntak) yang merupakan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim dan kawan-kawan oleh KPK pada bulan September 2022," kata Tessa.
Baca juga: KPK buka opsi sidik TPPU terkait korupsi dana hibah Jatim
Baca juga: KPK tetapkan 21 tersangka korupsi dana hibah pokmas Jawa Timur
Untuk diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonis Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P. Simanjuntak hukuman 9 tahun penjara dalam kasus korupsi hibah pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Jatim pada tahun anggaran 2021.
"Menjatuhkan hukuman penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider hukuman selama 6 bulan penjara," kata Hakim Ketua I Dewa Suardhita, Selasa (26/9/2023).
Selain itu, hakim juga mewajibkan terdakwa Sahat membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp39,5 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak bisa membayar uang pengganti, harta miliknya disita oleh Negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
"Jika tidak sanggup membayar diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun," ucap Suardhita.
Hakim menilai terdakwa Sahat melanggar Pasal 12 a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan terdakwa yakni tidak mendukung pemerintah dalam pemerintahan bersih dari korupsi dan memberantas tindak pidana korupsi serta terdakwa belum mengembalikan uang yang dikorupsi.
"Hal yang meringankan terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya dan mempunyai tanggungan keluarga yang harus dinafkahi," ucap hakim I Dewa Suardhita.
Majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa dicabutnya hak politik Sahat Tua P. Simanjuntak, yakni dilarang untuk menduduki dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK Arif Suhermanto menerima vonis meski lebih rendah dari tuntutan.
"Kami merasa putusan yang dijatuhkan hakim ini memenuhi rasa keadilan di masyarakat, jadi kami memutuskan untuk menerima putusan yang mulia," ucap Arif.
Sahat Tua Simanjuntak terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada bulan Desember 2022. Sahat bersama anak buahnya Rusdi dan Muhammad Chozin (almarhum) menerima suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.
Suap itu diterima Sahat sebagai imbalan memuluskan pencairan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas). Sepanjang 2020 hingga 2023, sekitar Rp200 miliar dana hibah yang berhasil dicairkan olehnya.
Sementara itu, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi kini sudah divonis 2,5 tahun penjara. Keduanya mendapat vonis yang cukup ringan karena statusnya sebagai justice collaborator.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024