Beijing (ANTARA) - Saat "gulungan" holografik dibuka, lukisan bertajuk "Dwelling in the Fuchun Mountains", sebuah mahakarya yang berasal lebih dari 600 tahun silam, menjadi hidup dalam tampilan setinggi 5 meter dan panjang 40 meter di Museum Provinsi Zhejiang di Hangzhou, China.

"Saya telah mengunjungi banyak museum, tetapi pengalaman ini sangat berbeda dari yang pernah saya lihat. Rasanya seperti saya benar-benar berada di dalam lukisan itu," ungkap seorang pengunjung bermarga Chen, yang terpesona oleh pengalaman tersebut.

Pameran digital yang imersif adalah salah satu contoh bagaimana museum-museum di China berinovasi. Museum mendefinisikan ulang pengalaman pengunjung dengan mengintegrasikan sejumlah teknologi seperti digital twins, virtual reality (VR/realitas virtual), dan naked-eye 3D (tiga dimensi mata telanjang).

Para pengunjung dapat "mengalami atau kembali ke masa lalu" untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan berinteraksi dengan peradaban kuno seolah-olah mereka benar-benar berada di sana. Para pengunjung ruang pameran imersif digital Dunhuang di Gua Mogao yang berada di Provinsi Gansu, China barat laut, dapat mengenakan perangkat kacamata VR untuk "memasuki" gua tersebut, dan "berkelana" ke masa lebih dari 1.400 tahun silam untuk merasakan dunia mural yang sangat indah.

Gua Mogau 285, yang biasanya ditutup untuk umum, kini menyambut para pengunjung dengan cara yang inovatif.

Gua kuno yang digali pada masa Dinasti Wei Barat ini memiliki mural yang berada dalam kondisi baik, menggambarkan dengan jelas pertukaran dan integrasi budaya China dan Barat. Gua itu menjadi salah satu representasi utama dari warisan budaya dan seni gua Dunhuang.

Akademi Dunhuang, bekerja sama dengan raksasa Internet China Tencent menggunakan pemodelan 3D dan VR untuk membuat replika digital Gua 285 berpresisi tinggi dengan perbandingan 1:1, lengkap dengan model yang sangat akurat dengan warna permukaan gua beresolusi sangat tinggi.

Dengan menggunakan perangkat VR, para pengunjung dapat menyaksikan mural-mural dari dekat, menjelajahi detail gua secara 360 derajat, dan bahkan "naik" ke langit-langit gua untuk meresapi cerita dari mural tersebut.

Memanfaatkan teknologi ini untuk meremajakan gua-gua kuno memberikan pendekatan yang benar-benar berkelanjutan untuk pelestarian dan revitalisasi warisan budaya, ungkap Zhang Yati, seorang eksekutif Tencent.

Ketika teknologi VR membuat individu tenggelam dalam dunia digital yang sepenuhnya artifisial, teknologi augmented reality (AR/ realitas berimbuh) mengintegrasikan komponen virtual dengan dunia nyata, menyuguhkan perpaduan yang harmonis antara pengalaman secara virtual dan fisik kepada para pengunjung.

Museum Chengdu di Provinsi Sichuan, China barat daya juga menawarkan pengalaman yang inovatif. Dengan mengenakan kacamata AR dan berdiri di depan koleksi pameran, para pengunjung akan dapat melihat gambar sembulan (pop-up image), deskripsi, dan penjelasan video dari koleksi tersebut.

Dengan mengunduh aplikasi tertentu ke ponsel pintar mereka, para pengunjung dapat memanfaatkan alat navigasi berbasis AR yang menampilkan rute virtual pada peta nyata sehingga perjalanan menuju tujuan menjadi lebih cepat dan mudah dipahami.

Aplikasi tersebut bahkan menyediakan pemandu tur secara virtual di lokasi-lokasi tertentu. Cukup dengan memindai konten yang dipilih, para pengunjung dapat "memanggil" pemandu virtual yang akan memberikan wawasan dan penjelasan terperinci tentang pameran yang menarik minat mereka.

Selain metode-metode tampilan dan interaksi yang inovatif, banyak museum di seluruh China baru-baru ini memanfaatkan berbagai teknologi seperti metaverse dan digital twinning untuk menciptakan museum daring imersif yang dapat diakses melalui situs web dan program-program mini.

Museum Xi'an di Provinsi Shaanxi, China barat laut, berkolaborasi dengan sebuah perusahaan internet untuk menciptakan ruang interaktif 3D metaverse yang terinspirasi dari koleksinya yang terkenal yakni "Wangchuan Villa", sebuah lukisan terkenal China yang menggambarkan keindahan perkebunan pribadi milik seorang penyair dari masa Dinasti Tang, Wang Wei. Ruang itu memanfaatkan sejumlah teknologi seperti rendering komputasi awan secara aktual, AI generatif, dan teknologi pemodelan 3D berdefinisi tinggi.

Dengan mengakses ruang metaverse daring melalui ponsel pintar atau komputer mereka, para pengunjung dapat "berperan" sebagai karakter dari lukisan "Wangchuan Villa" dan merasakan langsung petualangan yang imersif melalui pemandangan yang digambarkan dalam lukisan tersebut.

Saat pengunjung menjelajahi berbagai adegan di dalam lingkungan digital itu, mereka akan menemukan cerita-cerita detail dan puisi dari Wang Wei, memberikan pengalaman yang melibatkan berbagai indra untuk mengeksplorasi warisan seni sang penyair.

Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024