"Menghadapi hal ini tentu kami selaku jaksa penuntut umum (JPU) akan menggunakan upaya hukum luar biasa yaitu akan mengajukan kasasi demi menjamin adanya kepastian hukum bagi korban dan keluarganya,"
Surabaya (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati menilai jika hakim Pengadilan Negeri Surabaya mengesampingkan keterangan ahli forensik pada kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti dengan Gregorius Ronald Tannur.

"Menghadapi hal ini tentu kami selaku jaksa penuntut umum (JPU) akan menggunakan upaya hukum luar biasa yaitu akan mengajukan kasasi demi menjamin adanya kepastian hukum bagi korban dan keluarganya," katanya dalam keterangan pers, Selasa.

Ia mengatakan, JPU sudah melaksanakan penuntutan secara profesional dan proporsional dengan membuat dakwaan secara berlapis dengan menerapkan Pasal 338 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP atau 359 KUHP atau 351 ayat (1) KUHP dan telah menuntut berdasarkan alat bukti, yang terungkap dalam persidangan dengan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara sengaja menghilangkan nyawa orang lain dalam dakwaan kesatu Pasal 338 KUHP dengan tuntutan pidana penjara selama 12 Tahun penjara.

"JPU tidak sependapat dengan majelis hakim yang telah memutus bebas dan menyatakan kasasi dengan alasan hakim tidak menerapkan hukum pembuktian sebagaimana mestinya baik dari para saksi, bukti surat hasil visum, ahli kedokteran forensik dan bukti CCTV," katanya.

Dalam penegakan hukum, kata dia, JPU berpegang kepada regulasi atau aturan-aturan hukum yang berlaku untuk memidanakan orang yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana dengan penerapan dasar keadilan dalam sistem peradilan pidana sebagai instrumen dasar proses penemuan fakta di persidangan yang harus dilakukan secara adil dan patut bagi semua pihak.

Untuk memenuhi hak-hak korban, kata dia, dalam tuntutannya JPU menuntut membebankan kepada terdakwa untuk membayar restitusi sebesar Rp263.673.000 dan jika tidak mampu membayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan serta merampas kendaraan kijang Innova Reborn yang dipergunakan terdakwa untuk dilakukan lelang umum dan hasilnya diperhitungkan sebagai pembayaran restitusi kepada ahli waris korban.

"Dengan segala kerendahan hati kami menghaturkan ucapan terimakasih atas dukungan dari rekan-rekan media serta dukungan dari kalangan DPR, para guru besar yang merupakan ahli hukum, tokoh politik, tokoh masyarakat , tokoh agama, tokoh pemuda, mahasiswa dan semua pihak yang akan menjadi penyemangat bagi para kaksa dimanapun berada dalam melaksanakan tugas penuntutan. Karena kami berprinsip, meskipun langit akan runtuh, namun hukum harus tetap dapat ditegakkan dan saya yakin dengan adanya jaminan kepastian hukum di Indonesia akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas Nasional," tuturnya.

Perkara Ronald Tannur bermula dari informasi yang tersebar di dunia maya tentang dugaan penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini Sera Afriyanti beberapa bulan lalu. Dini tewas usai menikmati malam bersama Ronald di tempat hiburan di kawasan Jalan Mayjen Jonosewojo, Lakarsantri, Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 4 Oktober 2023, malam.

Saat itu, beredar di media sosial korban bertengkar dengan Ronald Tannur usai berpesta di tempat hiburan malam. Korban kemudian dibawa Ronald ke apartemen dengan kondisi tak sadarkan diri. Korban dinyatakan meninggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu, 24 Juli 2024, Ronald Tannur dinyatakan tak terbukti bersalah dan divonis bebas. Kematian korban disebut hakim karena cairan alkohol, bukan akibat dianiaya Ronald Tannur. Hakim juga menyatakan tidak ada saksi yang melihat Ronald menganiaya korban.

Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024