Surabaya (ANTARA) -
Ratusan orang yang tergabung dalam kelompok masyarakat Aliansi Madura Indonesia mengkritisi keputusan hakim yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan terkait kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti dengan menggelar aksi di depan gedung Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terletak di Jalan Arjuno, Surabaya, Jawa Timur.
 
"Apa sebenarnya cita-cita Pengadilan Negeri sehingga memutus bebas Tannur padahal alat bukti sudah lengkap, apa hanya karena terdakwa membawa korban ke RS," kata koordinator aksi Aliansi Madura Indonesia Razak, Selasa.
 
Menurut dia, seharusnya Ronlad Tannur yang didakwa melakukan pembunuhan kekasihnya itu mendapatkan hukuman pidana karena termasuk kasus besar.
 
"Mencuri ayam saja bisa dipenjara empat tahun, apalagi menghilangkan nyawa seseorang, apa tidak menjadi pertimbangan (pengadilan)," ucapnya.
 
Sementara itu, Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Dadi Rachmadi mengatakan sesuai kode etik, vonis yang diberikan oleh majelis hakim tidak bisa dicampuri kecuali oleh jaksa.
 
"Satu-satunya yang bisa menolak keputusan hakim adalah jaksa dan apabila sudah melakukan kasasi, maka keputusan tersebut tidak berlaku lagi," katanya.
 
Terlebih, ia baru menjabat selama tiga bulan dan yang memilih tiga hakim persidangan kasus tersebut, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindio dan Mangapul adalah Ketua PN Surabaya sebelumnya.
 
"Tiga hakim yang dipilih untuk kasus Ronald adalah hakim-hakim yang profesional di bidangnya lintas majelis. Salah satu hakim yang bertugas pernah memutus hukuman mati di Medan karena kasus pembunuhan hakim, sedangkan hakim yang kedua memiliki keahlian khusus (selficholder) tentang CCTV dan lainnya," ujarnya.
 
Pada 24 Juli 2024, hakim Pengadilan Negeri Surabaya, memutus bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan terkait pembunuhan korban Dini Sera Afriyanti (29).
 
Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik menyatakan terdakwa dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.
 
Sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
 
Hakim juga menganggap terdakwa masih ada upaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis yang dibuktikan dengan upaya terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Pewarta: Indra Setiawan/Naufal
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024