Jakarta, (ANTARA News) - Tim BPPT untuk penanganan lumpur Lapindo Brantas mengungkapkan lumpur Sidoarjo itu memiliki karakteristik yang identik dengan karakteristik lumpur selat Madura yang tidak secara nyata teridentifikasi sebagai Bahan Berbahaya Beracun (B3).
"Kekuatan polutan bahan organik lumpur tersebut kalau dihitung angkanya ternyata beban penambahan polusinya sangat kecil," kata Peneliti Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Dr Arie Herlambang MSi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (13/9).
Ari mengatakan, jika aliran sungai Porong sebesar 500 meter kubik per detik dengan Chemical Oxygen Demand (COD) 20 mg per liter dimasukkan air lumpur Lapindo dengan debit 15 ribu m3 per hari dengan COD 1.500 mg per liter maka penambahan COD dari sungai Porong hanya 0,52 mg per liter.
"Angka ini kecil jika dibanding COD dari limbah industri yang rata-rata mencapai 100 mg per liter atau limbah rumah tangga 30 mg per liter atau syarat COD di sungai Jakarta 50 mg per liter," katanya.
Saat ditanya tentang ikan-ikan dan biota laut lain yang mati di sungai Porong, ia menjawab, ikan-ikan mati bisa disebabkan banyak hal.
"Bisa karena ikan tersebut tak terbiasa dengan air payau yang berasal dari pembuangan air di atas lahan untuk penampungan lumpur," katanya.
Namun demikian Kepala BPPT Said Djauharsyah Jenie, mengatakan, lumpur yang merupakan jenis endapan laut dari kedalaman antara 4.000-6.000 kaki dan menyembur sebanyak 50 ribu m3 per hari itu tidak bisa begitu saja dibuang ke laut dan harus lebih dulu di proses atau dipisahkan lumpur dari airnya.
Air lumpur yang telah terpisah secara alami dapat ditampung terlebih dulu dalam kolam-kolam penampungan air yang dipisahkan dalam "aerated lagoon" untuk menurunkan konsentrasi organiknya, baru setelah itu air yang telah diolah tersebut dapat dibuang langsung ke sungai Porong atau ke laut.
"Biaya operasional dengan cara ini diperkirakan Rp500 per m3 air lumpur," katanya.
Bila masih dibutuhkan kualitas yang lebih tinggi, proses polishing dengan penyaringan ultra filtrasi dapat dilakukan untuk menghilangkan padatan tersuspensi (TSS), katanya.
Setelah ditampung dalam kolam-kolam penampungan, air lumpur tersebut dapat diolah dengan proses lumpur aktif sistem oksidasi parit, tambahnya.
Pihaknya juga menawarkan, penanganan lumpur dengan menyalurkannya ke arah delta Porong dengan memanfaatkan teknologi slufter yang ditempatkan pada delta sungai Porong.
Slufter seluas 2.503 hektar itu dapat menampung 41,5 juta m3 lumpur dan dapat beroperasi selama 15,5 tahun.
"Manfaat besar yang diperoleh dari teknik ini adalah meningkatkan fungsi lingkungan pantai untuk tambak atau sabuk bakau," katanya.
Selain itu lumpur Porong juga dapat dialirkan langsung ke dasar laut setelah lokasi serta teknologi penempatannya dipelajari. Menurut dia hal ini diperlukan untuk memperkecil resiko lingkungan yang diakibatkannya.(*)
Copyright © ANTARA 2006