Jakarta (ANTARA) -
Menikah merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim. Dalam pandangan Islam, pernikahan bukan sekadar ikatan fisik antara dua individu, melainkan juga merupakan bentuk ibadah dan penyempurnaan separuh agama.

Aturan-aturan menikah dalam Islam dirancang dengan sangat rinci untuk menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi kedua belah pihak, serta untuk menjaga keturunan dan keteraturan masyarakat.

Dalam kitab fiqih Fathul Wahab (2: 54) karya Syaikh Zakaria al-Anshari, dijelaskan "nikah" secara etimologis berasal dari bahasa Arab "al-dhammu," yang berarti "berkumpul."
 
Menurut terminologi fiqih atau syariat dalam islam "nikah" merupakan akad yang memperbolehkan hubungan intim antara suami dan istri dengan menggunakan lafaz nikah atau yang setara.
 
Dengan demikian, menikah merupakan suatu landasan hukum yang melegalkan hubungan sah antara seorang pria dan wanita.
 
Berdasarkan definisi tersebut, menikah dapat diartikan sebagai penyatuan dua individu (pria dan wanita) melalui akad yang menjadi dasar keabsahan hubungan tersebut.
 
Banyak anjuran untuk menikah yang terdapat dalam Al-Qur'an, salah satunya ialah Firman Allah SWT dalam (QS. An-Nur, 24: 32) yang berbunyi:
 
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
 
wa ankiḥul-ayāmā minkum waṣ-ṣāliḥīna min 'ibādikum wa imā'ikum, iy yakūnū fuqarā'a yugnihimullāhu min faḍlih(ī), wallāhu wāsi'un 'alīm(un).
 
Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur, 24: 32).

Baca juga: Biaya pernikahan sederhana

Baca juga: Undangan pernikahan, jenis dan ongkos cetaknya
 
Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitabnya yang berjudul Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, (6: 51) bahwa surat An-Nur ayat 32 mengandung perintah untuk menikah. Menurut beberapa ulama, perintah ini bersifat wajib bagi mereka yang sudah mampu melaksanakannya.
 
Pandangan ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang mendorong para pemuda untuk segera menikah jika sudah memiliki kemampuan.
 
Dalam penjelasaanya Ibnu Katsir melanjutkan, “namun sebagian besar (mayoritas) ulama menyatakan bahwa perintah menikah pada surat An-Nur ayat 32 tidak bermakna wajib, melainkan sunnah atau anjuran.”
 
Kemudian, Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, (6: 52) pandangan serupa disampaikan oleh Imam asy-Syafi'i dalam qaul jadid-nya (pandangan terbaru), bahwa perintah menikah dalam Al-Qur'an pada dasarnya bersifat anjuran, bukan kewajiban.
 
Lantas, bagaimana hukum menikah menurut perspektif Islam? Berikut penjelasannya.
 
Hukum menikah
 
Pada dasarnya, hukum menikah merupakan mubah (boleh), artinya tidak diwajibkan tetapi juga tidak dilarang. Bergantung pada kondisi dan niat individu yang hendak menikah
 
Namun, mayoritas ulama menganggap hukum menikah sebagai sunnah atau anjuran, kitab Fath al-Mu'in oleh Ahmad Zainuddin Alfannani (hal. 44-46) menjelaskan bahwa hukum menikah dapat dikategorikan dalam 5 jenis berdasarkan keadaan dan niat calon pengantin, yaitu:
 
1. Wajib
Pernikahan menjadi wajib bagi seseorang yang mampu secara finansial dan fisik, serta khawatir jatuh dalam perbuatan dosa jika tidak menikah.

Hal tersebut, bertujuan untuk menjaga moral dan akhlak seseorang dari perbuatan yang dilarang dalam agama.
 
2. Sunnah
Menikah merupakan sunnah bagi mereka yang mampu dan tidak khawatir jatuh dalam dosa. Ini merupakan bentuk ketaatan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, serta cara untuk meningkatkan kualitas hidup dengan adanya pasangan yang sah.
 
3. Mubah
Hukum pernikahan dianggap mubah bagi mereka yang hanya ingin memenuhi kebutuhan seksual tetapi tidak memiliki kemampuan finansial untuk menafkahi.
 
Individu dalam situasi ini disarankan untuk menunda pernikahan hingga mereka memiliki kemampuan yang memadai.
 
4. Makruh
Hukum makruh berlaku bagi orang yang tidak berniat menikah karena sifat pribadi atau kondisi kesehatan dan juga tidak mampu menafkahi keluarga.

Menikah dalam situasi ini dapat menimbulkan masalah, termasuk risiko tidak dapat memenuhi hak dan kewajiban pernikahan, yang bisa merugikan pasangan.
 
5. Haram
Keharaman pernikahan berlaku bagi mereka yang menikah dengan tujuan untuk menyakiti atau melanggar ketentuan agama yang sudah di ajarkan.
 
Misalnya, seseorang yang berniat untuk menyiksa atau menyakiti pasangan dalam pernikahan, dilarang untuk menikah dan jika dipaksakan maka hukumnya haram.
 
Menikah dalam Islam bukan hanya soal ikatan sosial tetapi juga sebuah tanggung jawab religius. Memahami 5 hukum pernikahan ini penting untuk memastikan bahwa setiap aspek dari pernikahan dilakukan sesuai dengan ajaran agama.
 
Dengan mematuhi hukum-hukum tersebut, diharapkan pernikahan dapat berjalan lancar dan penuh berkah dan dapat membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Baca juga: Hukum Wanita Hamil Menikah

Baca juga: Pernikahan adat Betawi, berikut urutan dan tata caranya

Baca juga: Resepsi pernikahan di rumah, berapa estimasi biayanya?

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024