Surabaya (ANTARA News) - Pemerintah pusat harus segera mendesak Lapindo Brantas Inc agar mendatangkan alat pengeboran berteknologi canggih, guna menghentikan semburan lumpur panas yang terjadi di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jatim, yang telah berlangsung lebih dari tiga bulan. Pernyataan itu disampaikan pengamat lingkungan yang juga anggota Dewan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Syafruddin Ngulma Siemulue, kepada ANTARA di Surabaya, Kamis. "Semburan itu tidak bisa dihentikan dengan cara-cara manual, harus menggunakan teknologi pengeboran canggih. Upaya-upaya yang telah dilakukan Lapindo selama tiga bulan terakhir tidak membuahkan hasil, itu artinya teknologi yang digunakan belum maksimal," katanya. Menurut dia, tim nasional penanggulangan semburan lumpur panas yang dibentuk Presiden, tidak akan efektif dan maksimal, apabila tidak disertai niat besar Lapindo untuk mendatangkan alat berteknologi canggih. "Sejak awal-awal semburan lumpur itu muncul, kami sudah mengingatkan Lapindo untuk segera mendatangkan alat canggih. Tapi mereka meremehkan dan menganggap semburan itu bisa segera diatasi dengan skenario yang telah disiapkan. Namun buktinya, sampai sekarang hasilnya nol dan semua skenario gagal," ujar Syafruddin. Skenario ketiga atau terakhir dengan menggunakan "relief well" (pengeboran miring) yang diharapkan mampu menghentikan semburan lumpur, juga diprediksi Syafruddin tidak akan berhasil. "Kondisinya sudah sangat terlambat," tambahnya. Selain menghentikan semburan lumpur, peralatan pengeboran berteknologi canggih tersebut juga diharapkan mampu mengembalikan lumpur ke dalam perut bumi. "Saya kira alat seperti itu pasti ada, hanya tinggal menunggu keseriusan Lapindo," tegasnya. Di negara-negara maju, teknologi canggih sudah disiapkan di sekitar lokasi pengeboran migas untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kasus luapan lumpur panas di Sidoarjo. Syafruddin menambahkan pembuangan lumpur ke Kali Porong yang dilakukan beberapa waktu terakhir tanpa ada izin dari pemerintah, juga sebuah tindakan kriminal dan pelakunya harus dijerat sanksi hukum. "Saya mendesak Polda Jatim untuk mengusut tindakan kriminal itu dan memeriksa pejabat Lapindo yang telah dengan sengaja menyalahi aturan," ucapnya. Ia menduga tindakan membuang lumpur ke Kali Porong atau laut dengan alasan kondisi darurat, sengaja diciptakan untuk menghindari jeratan hukum. "Kalau sudah darurat, maka masyarakat tidak bisa ngomong apa-apa lagi. Kondisi seperti ini juga rawan menimbulkan konflik horisontal di masyarakat," jelasnya. Terakhir, Syafruddin meminta pemerintah untuk segera memperbaiki dan mengevaluasi proses pemberian izin pengeboran, terutama pada lokasi yang berada di dekat pemukiman masyarakat. "Pengeboran migas itu memiliki risiko tinggi dan risiko itu makin berlipat bila lokasinya berada di dekat pemukiman warga. Saat ini, sekitar 11 juta warga di wilayah Jatim bermukim didekat lokasi pengeboran migas," katanya menambahkan. (*)

Copyright © ANTARA 2006