Jika semua perusahaan (pabrik) baterai sudah beroperasi, Indonesia akan dapat memainkan peran utama dalam memproduksi 1.143 GWh bahan baterai berbasis nikelJakarta (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan Indonesia bisa menghasilkan bahan baterai berbasis nikel dengan kapasitas 1.143 gigawatt hours (GWh).
“Jika semua perusahaan (pabrik) baterai sudah beroperasi, Indonesia akan dapat memainkan peran utama dalam memproduksi 1.143 GWh bahan baterai berbasis nikel,” ujar Agus ketika memberi paparan dalam acara International Battery Summit di Jakarta, Senin.
Agus mengatakan banyak pabrik di Indonesia yang akan segera mengolah bijih atau memurnikan bijih, sehingga memproduksi produk setengah jadi, seperti mixed hydroxide precipitate (MHP) atau nikel sulfat.
“Empat perusahaan sudah beroperasi. Satu sedang dibangun, satu sedang dalam proses izin, dan dua berada di di tahap uji kelayakan," ujar Agus melanjutkan.
Agus menyatakan bangga atas perkembangan industri baterai listrik di Indonesia. Sebab, Indonesia masih tergolong pemula dalam ekosistem baterai kendaraan listrik.
“Indonesia baru memulai mengembangkan bisnis baterai EV sekitar 2 tahun yang lalu. Capaian ini sangatlah penting dan merupakan peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik ke tahap selanjutnya,” kata dia.
Adapun yang dimaksud dengan tahap selanjutnya adalah menguasai lebih banyak rantai nilai (value chains) terkait manufaktur kendaraan listrik.
Agus juga memperkirakan permintaan baterai dunia akan mencapai 5.300 GWh pada 2025 yang didominasi oleh permintaan kendaraan listrik roda empat, disusul kendaraan listrik roda dua, bus, sistem penyimpanan energi baterai, dan berbagai barang elektronik.
Agus memperkirakan, nantinya, sebagian besar permintaan baterai kendaraan listrik berasal dari tiga kawasan antara lain Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Asia.
"Permintaan baterai berbasis nikel diproyeksikan akan terus meningkat mencapai 40–50 persen hingga tahun 2035," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan baterai memiliki peran penting dalam transisi energi bersih, serta merupakan inti dari revolusi hijau.
“Baterai merupakan inti dari revolusi hijau, berfungsi sebagai komponen penting untuk memberi daya pada segala hal mulai dari ponsel dan kendaraan listrik hingga sistem energi terbarukan,” ucap Luhut.
Luhut juga menegaskan bahwa Indonesia ingin menjadi yang terdepan di bidang kendaraan listrik, baik dari hulu hingga ke hilir.
“Inovasi yang kami eksplorasi dan kolaborasikan saat ini, yang kami bangun di sini nanti, diharapkan menentukan masa depan energi untuk generasi mendatang,” ucapnya.
Baca juga: Kemenko Marves: Industri baterai EV penting untuk capai target TKDN
Baca juga: Bahlil ajak kolaborasi investor Australia kembangkan baterai EV
Baca juga: Menperin apresiasi industri bangun smelter HPAL demi industri baterai
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024