Peraturan yang ada memang perlu ada perubahan. Dalam aturan yang lama, pemerintah tidak menyediakan anggaran untuk kebutuhan transportasi ataupun jasa profesi petugas pencatat nikah,"
Kediri (ANTARA News) - Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan bahwa masalah biaya pernikahan yang ditangani penghulu hingga kini masih dalam pembahasan dan belum ada titik temu.

"Kami sudah lakukan dua rapat koordinasi dengan KPK," katanya di sela-sela silaturahmi dengan ulama Jatim di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Rabu.

Ia mengungkapkan dalam rapat pertama membahas tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tentang Jenis Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari kementerian agama.

Tarif itu antara lain terkait dengan biaya pernikahan. Dalam aturan sebelumnya, di kantor biaya pernikahan ditetapkan Rp30 ribu dan di luar kantor tidak ada kejelasan tarif, sehingga diubah.

Dalam rapat itu, dibahas tentang biaya pernikahan yang naik menjadi Rp50 ribu di dalam kantor, dan Rp600 ribu di luar kantor.

Namun, kata dia, ada juga keinginan agar yang Rp50 ribu (biaya pernikahan di dalam kantor) dihapus, sedangkan biaya yang di luar kantor Rp600 ribu tetap.

"Draf ini masih dibahas," tegasnya.

Ia juga mengatakan Kemenag tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan berapa nominal yang ditetapkan dalam pajak itu, sebab yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan adalah kementerian keuangan.

"Peraturan yang ada memang perlu ada perubahan. Dalam aturan yang lama, pemerintah tidak menyediakan anggaran untuk kebutuhan transportasi ataupun jasa profesi petugas pencatat nikah," katanya.

Karena tidak mendapatkan transportasi dari pemerintah dan ketika ia melakukan tugasnya, yaitu mencatat pernikahan di luar kantor dan mendapatkan uang transportasi sebagai ucapan terima kasih, tapi hal itu dianggap sebagai gratifikasi.

Sampai saat ini, pihaknya meminta agar petugas tidak lagi melakukan pencatatan nikah di luar kantor, tapi di dalam kantor sambil menunggu biaya pernikahan yang ditetapkan di luar kantor.

Hingga kini, biaya nikah di luar senilai Rp600 ribu juga masih menjadi perdebatan, mengingat biaya itu dinilai tidak adil untuk wilayah kepulauan atau terpencil.

Biaya pernikahan menjadi sorotan setelah seorang penghulu ditahan dengan tuduhan melakukan pungutan ilegal biaya pernikahan. Kepala KUA Kecamatan Kota yang bernama Romli menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Romli yang juga merupakan pejabat pencatat nikah diduga menerima aliran dana sebesar Rp50.000 untuk setiap pernikahan ditambah Rp10.000 per pernikahan dalam kapasitasnya sebagai Kepala KUA, dari pencatatan nikah antara Januari hingga Desember 2012.

Kasus Romli tersebut mengundang reaksi keras seluruh penghulu di Jawa Timur.

Forum Komunikasi Kepala Kantor Urusan Agama (FKK-KUA) se-Jawa Timur sempat menolak pernikahan di luar balai nikah KUA dengan dalih enggan dituduh menerima gratifikasi, sehingga pernikahan harus dilakukan di dalam kantor sesuai dengan jam kerja.

Sampai saat ini, sidang kasus itu belum selesai.

(KR-FQH/E011)

Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014