Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan Hakim Ketua Fahzal Hendri meminta kakak kandung Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh, Edy Ilham Shooleh, untuk hadir di persidangan terlebih dahulu sebelum mengundurkan diri sebagai saksi di sidang kasus dugaan korupsi penanganan perkara Mahkamah Agung itu.

Fahzal menjelaskan, sebagai keluarga kandung dari terdakwa Gazalba, Edy bisa mengundurkan diri sebagai saksi dengan menyampaikan pernyataan di persidangan atau memberikan keterangan tanpa sumpah.

"Ini bisa, ada dua opsi nanti. Yang terpenting dihadirkan dulu nanti jaksa penuntut umum (JPU)," ucap Fahzal dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Pernyataan hakim tersebut menanggapi surat Edy yang disampaikan melalui kuasa hukum Gazalba kepada majelis hakim dan JPU. Surat itu berisi pengunduran diri Edy sebagai saksi di persidangan Gazalba.

Namun Hakim Fahzal menegaskan, pengunduran diri di persidangan sebagai saksi tidak bisa dilakukan melalui surat dan harus melalui kehadiran di persidangan. Untuk itu, hakim meminta JPU untuk memanggil kembali Edy agar dapat hadir di persidangan.

Sementara itu, JPU KPK Nur Haris Arhadi mengaku pihaknya telah memanggil Edy sebanyak dua kali untuk bisa hadir di persidangan, tetapi Edy hingga saat ini belum mengonfirmasi kehadirannya.

"Kami sudah memanggil saksi atas nama Edy Ilham Shooleh sebanyak dua kali yaitu untuk bersaksi pada Kamis (25/7) dan Senin (29/7), namun tidak ada konfirmasi," ungkap JPU KPK dalam kesempatan yang sama.

Adapun Edy merupakan salah satu saksi yang disebutkan namanya dalam dakwaan Gazalba, khususnya terkait dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Gazalba diduga memakai uang hasil gratifikasi untuk membeli mobil mewah dengan menggunakan nama Edy.

Dalam kasus dugaan korupsi penanganan perkara di MA, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan TPPU dengan total nilai Rp62,89 miliar.

Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18 ribu dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.

Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Uang gratifikasi itu diduga diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyadh selaku penghubung antara Pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad dengan Gazalba pada 2022 setelah pengucapan putusan perkara, yang mana Gazalba menerima Rp200 juta dan Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.

Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.

Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024