Jakarta (ANTARA News) - Sebelas calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan tidak masuk dalam kriteria negarawan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-undang MK.
Hal itu dikatakan oleh anggota Komisi III DPR RI Ahmad Yani setelah ikut melakukan uji kelayakan dan kepatutan selama tiga hari.
"Saya belum menemukan calon hakim MK yang ikut uji kelayakan dan kepatutan masuk dalam kategori negarawan," kata Yani di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, syarat negarawan yang diminta Undang-Undang agar calon hakim MK sangat berat. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar syarat tersebut dihilangkan melalui revisi UU MK.
"Dibutuhkan kriteria rinci bahwa negarawan itu seperti apa. Harus diubah UU. Terlalu tinggi syarat negarawan itu. Harus dibuat penjelasan bahwa negarawan itu misalnya berumur 60 tahun," kata politisi PPP itu.
Selain itu, dari 11 calon hakim MK tersebut juga perlu banyak belajar tentang sejarah ketatanegaraan agar komprehensif dalam putuskan sebuah perkara.
Terlihat dari proses uji kelayakan dan kepatutan, calon hakim MK yang lumayan mendekati kriteria negarawan hanya hitungan jari. "Paling tidak moral, dan pemahaman hukum cukup baik. Kalau ideal, mana ada sih pejabat negara sekarang yang ideal," katanya.
Dengan sulitnya mencari hakim MK yang negarawan, ujar Yani, fraksinya menyerahkan keputusan kepada Tim Pakar untuk memilih dua dari 11 calon hakim MK.
"Kita tergantung dari Tim Pakar, apa yang direkomendasikan, akan diikuti. Tentu sebelumnya kita berdebat dulu dengan Tim Pakar dari rekomendasi yang disampaikan itu," ujarnya.
Dari apa yang dilakukan oleh Komisi III DPR RI dalam melakukan uji kelayakan dan kepatutan dengan melibatkan Tim Pakar, seharusnya diikuti oleh Presiden dan Mahkamah Agung.
"Sekarang adanya Tim Pakar, ini perubahan besar. Kita berharap, Presiden dan MA dalam ajukan calon hakim MK juga gunakan cara seperti DPR," ucap Yani.
Pewarta: Zul SIkumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014