Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memandang bahwa pendamping korban memiliki hak impunitas yang melekat pada profesi mereka ketika menjalani tugasnya dan tidak dapat dituntut, baik itu secara pidana ataupun perdata.

"Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, menjelaskan bahwa pemberi bantuan hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan itikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai standar bantuan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan atau kode etik advokat," ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Baca juga: Impunitas Pelaku Pelanggran Hak Ekosob Harus Dihapus

Hal itu dikatakannya menanggapi penetapan status tersangka terhadap Meila Nurul Fajriah, pengacara/pendamping hukum para korban dugaan kasus kekerasan seksual di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Pihaknya prihatin atas penetapan tersangka kepada pendamping korban.

Ratna Susianawati berharap ada kebijakan dari aparat penegak hukum dalam melihat sudut pandang kasus yang ditangani tersangka yang merupakan pengacara sekitar 30 korban kekerasan seksual.

Ratna Susianawati menambahkan bahwa dalam UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dalam Pasal 15 menyebutkan bahwa advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: AICHR akan gelar dialog bahas rehabilitasi korban kekerasan di kawasan

Baca juga: Komnas HAM ingatkan jangan ada impunitas dalam kasus Paniai


Jaminan perlindungan hukum terhadap pendamping korban juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Ratna Susianawati menyampaikan jika merasa ada pelanggaran kode etik pada seorang pengacara, maka dapat dilaporkan terlebih dahulu ke Dewan Kehormatan Advokat untuk diproses selanjutnya.
 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024