Kairo (ANTARA) - Gelombang panas yang hebat terus menerpa kawasan Timur Tengah, dengan suhu menembus 50 derajat Celsius di beberapa lokasi, mengancam kesehatan warga setempat dan membebani sistem tenaga listrik yang sudah kewalahan.

Di Iran, gelombang panas yang tiba beberapa hari lalu telah memicu kenaikan suhu di sebagian besar kota di negara itu hingga mendekati dan menembus 40 derajat Celsius. Dalam kurun waktu 48 jam terakhir, suhu di Teheran, ibu kota Iran, naik hingga 40 derajat Celsius pada jam-jam terpanasnya.

Di sejumlah provinsi di Iran selatan, suhu bahkan mendekati 50 derajat Celsius sejak pertengahan Juli, dan Provinsi Khuzestan di Iran barat daya mencatat suhu 54 derajat Celsius pada Sabtu (27/7).

Indeks panas, atau yang juga disebut suhu efektif, mengacu pada suhu yang dirasakan oleh tubuh manusia ketika kelembapan relatif dikombinasikan dengan suhu udara. Indeks panas di beberapa lokasi di Teluk Persia mencapai 60 hingga 65 derajat Celsius.

Akibat suhu panas ekstrem berkepanjangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, pemerintah Iran menginstruksikan agar semua kantor, organisasi, dan bank milik negara ditutup sementara pada Minggu (28/7) sebagai upaya untuk melindungi kesehatan warga dan menjaga konsumsi energi dalam negeri tetap terkendali, melansir kantor berita resmi IRNA, Sabtu (27/7).

Kuwait dilanda gelombang panas sejak pekan lalu, dengan suhu tertinggi mencapai lebih dari 50 derajat Celsius pada Kamis (25/7), menurut Departemen Meteorologi Kuwait. Rekor suhu tertinggi sepanjang sejarah di negara itu mencapai 53,5 derajat Celsius.

Sejumlah pakar pemerintah menganjurkan agar warga mengurangi aktivitas di luar ruangan, terutama selama periode suhu tinggi pada siang dan sore hari, menghindari paparan sinar matahari langsung, memastikan hidrasi yang cukup dengan meminum air dalam jumlah yang cukup, dan mewaspadai bahaya sengatan panas (heatstroke) dan penyakit terkait lainnya.

Sementara itu, pemerintah mengimbau masyarakat untuk menghemat listrik demi menghindari beban berlebih pada jaringan listrik, yang dapat menyebabkan pemadaman listrik akibat tingginya pemakaian.

Orang-orang menyejukkan diri di sebuah pantai di Laut Mediterania saat gelombang panas melanda Alexandra, Mesir, pada 23 Juli 2024. (ANTARA/Xinhua/Ahmed Gomaa)

Sejak memasuki musim panas, warga Irak harus menghadapi suhu panas yang begitu menyengat, dengan beberapa provinsi di Irak, termasuk Dhi Qar, Maysan, Basra, dan Muthanna, mencatatkan rekor suhu tertinggi yang mencapai lebih dari 50 derajat Celsius dalam beberapa hari terakhir.


"Rasanya seolah-olah segala sesuatu mendidih ketika saya keluar. Saya bisa menggoreng telur mentah di bawah sinar matahari dalam beberapa menit," kata Hassan, seorang warga Baghdad, kepada Xinhua.

"Kami berusaha mengurangi kegiatan nonesensial, namun, kerap terjadi pemadaman listrik di rumah, yang benar-benar membuat situasi menjadi sangat berat".

Suhu di Baghdad, ibu kota Irak, tercatat di kisaran 45 derajat Celsius sepanjang pekan ini.

Selama periode puncak konsumsi listrik pada musim panas, jaringan listrik Irak yang sudah kewalahan harus menghadapi kesenjangan daya yang meluas, yang kian memperparah krisis listrik di negara itu. Pada akhir Juni, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia' al-Sudani, menginstruksikan agar jam kerja resmi di kantor-kantor publik dikurangi satu jam selama musim panas dengan mempertimbangkan suhu tinggi yang terjadi di seluruh negeri.

Orang-orang menyejukkan diri di sebuah pantai di Laut Mediterania saat gelombang panas melanda Alexandra, Mesir, pada 23 Juli 2024. (ANTARA/Xinhua/Ahmed Gomaa)

Menurut Badan Meteorologi Turki, negara itu mengalami Juni terpanas selama 53 tahun terakhir dengan rata-rata suhu di seluruh negeri mencapai 25,4 derajat Celsius, sekitar 3,6 derajat di atas suhu rata-rata Juni antara 1991-2000. Suhu tertinggi, mencapai 47,8 derajat Celsius, tercatat di Provinsi Sanliurfa di bagian tenggara pada 20 Juni.

Sementara itu, Mesir menghadapi gelombang panas hebat sejak Senin, menurut Otoritas Meteorologi Mesir. Suhu maksimum mencapai 40 derajat di Kairo dan 46 derajat di Mesi Atas bagian selatan.

Pada 21 Juli, Bumi mengalami hari terpanas dalam sejarahnya, dengan rata-rata suhu global harian mencapai rekor tertinggi baru, menurut Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa pada Selasa (23/7).

Layanan itu melaporkan pada awal Juli bahwa bulan lalu merupakan bulan Juni terpanas sepanjang sejarah.

Para ilmuwan berpendapat bahwa gelombang panas menunjukkan bagaimana perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah membuat suhu panas yang mengancam jiwa menjadi lebih lazim.


Karena perubahan iklim diperkirakan akan semakin parah dalam beberapa dekade mendatang, negara-negara di Timur Tengah, yang terpanggang oleh suhu panas ekstrem dan terkadang mematikan setiap musim panas, menjadi salah satu kelompok negara yang terdampak paling parah.

Peningkatan suhu tidak hanya akan memperburuk masalah kelangkaan air dan penggurunan yang sudah dihadapi kawasan Timur Tengah, tetapi, juga menyebabkan lonjakan permintaan energi, merusak hasil panen, membahayakan kesehatan masyarakat, dan berdampak terhadap sektor pendidikan, mengingat sekolah-sekolah terpaksa memangkas jam belajar siswa dan memperpanjang hari libur guna menghadapi cuaca panas. Hal itu memunculkan hambatan jangka panjang yang signifikan bagi ambisi kawasan itu.

Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024