Bangladesh (ANTARA) - Ketika jam malam di Bangladesh secara bertahap telah dilonggarkan, lebih banyak pengunjuk rasa meninggal akibat luka tembak di ibu kota Dhaka, sehingga total jumlah kematian akibat protes mahasiswa anti-kuota pekerjaan publik itu menjadi 211, demikian menurut pejabat dan media lokal.

Ketika dihubungi oleh Anadolu melalui telepon, pihak rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Dhaka Medical College (DMCH) dan pos polisi rumah sakit yang khusus memberikan informasi, menolak memberikan informasi terbaru.

Namun surat kabar lokal berbahasa Inggris New Age melaporkan pada Sabtu (27/7) bahwa dua orang yang terluka parah meninggal Sabtu dini hari, saat menjalani perawatan di DMCH. 

Sehingga, jumlah korban tewas akibat kekerasan baru-baru ini menjadi sedikitnya 211 di seluruh negeri.

Kemudian, lebih dari 1.600 orang yang terluka masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit, kata surat kabar tersebut.

Sementara itu, pemerintah mengumumkan akan melanjutkan jam malam militer pada Sabtu hingga delapan hari berturut-turut dengan mengatakan bahwa jam malam akan dilanjutkan sampai situasi membaik.

Namun, jam malam tetap diberi jeda selama sembilan jam mulai pukul 8:00 pagi.

Baca juga: Bangladesh lanjutkan jam malam di tengah penangkapan pengunjuk rasa

Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan pada Jumat malam (26/7) mengatakan kepada wartawan dalam sebuah pengarahan di Dhaka bahwa lembaga penegak hukum sedang menilai situasi untuk menentukan pencabutan pemberlakuan jam malam.

Meskipun tidak ada insiden yang tidak diinginkan yang dilaporkan di mana pun pada hari Sabtu, tentara terlihat berpatroli di ibu kota Dhaka.

Kantor dan industri mulai dibuka Rabu lalu.

Sementara itu, Perdana Menteri Sheikh Hasina pada Sabtu mengunjungi beberapa rumah sakit di Dhaka untuk menanyakan kondisi orang-orang yang terluka. Kemudian, ia juga mengunjungi gedung-gedung pemerintah yang rusak yang diserang selama protes. 

Lebih dari 6.200 orang telah ditangkap dalam 555 kasus dalam 10 hari terakhir dari 17 hingga 26 Juli, menurut laporan surat kabar Prothom Alo pada Sabtu.

Sebagian besar dari mereka berasal dari partai oposisi Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) dan partai Jamaat-e-Islami Bangladesh serta mahasiswa.

Baca juga: PBB desak Bangladesh ungkap rincian kekerasan dalam protes

Protes mahasiswa yang menuntut reformasi sistem kuota pekerjaan pemerintah memaksa pemerintah untuk mengurangi kuota dari 56 persen menjadi 7 persen, termasuk 5 persen untuk keturunan veteran perang, setelah pengadilan tinggi negara itu mengeluarkan putusan pada Minggu lalu.

Mengenai pemulihan jaringan internet yang ditutup pada 19 Juli untuk menghentikan disinformasi selama protes yang disertai kekerasan, Menteri Muda Bidang Pos, Telekomunikasi, dan Teknologi Informasi Zunaid Ahmed Palak mengatakan bahwa keputusan akan dibuat setelah pertemuan dengan operator telepon seluler pada Minggu.

Sebelumnya, menteri tersebut mengatakan pihaknya mematikan internet pada 19 Juli untuk menghentikan disinformasi selama protes yang penuh kekerasan.

Namun, kemudian dia mengklaim bahwa pusat data pemerintah rusak selama aksi protes yang memutuskan internet.

Menteri Administrasi Publik Farhad Hossain pada Sabtu mengatakan bahwa kantor-kantor akan dibuka selama enam jam dari pukul 09:00 hingga 15:00 mulai Minggu hingga Selasa mengingat situasi yang disebabkan oleh gerakan reformasi kuota tersebut.

Pekan lalu, kantor-kantor dibuka selama dua hari (Rabu dan Kamis) selama empat jam.

Sumber : Anadolu-OANA

​​​​​​​Baca juga: Pengadilan Bangladesh putuskan kuota afirmasi PNS turun ke 7 persen
Baca juga: Bangladesh minta diplomat asing tak keluarkan pernyataan soal protes

Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024